Suara.com - Covid-19 sangat mempengaruhi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Adanya pandemi membuat manusia lebih sering melakukan aktivitas di dalam rumah. Hal ini juga mempengaruhi pola belajar, kerja, makan, dan tidur.
Mengutip dari Guardian, dampak pandemi virus corona membuat dua dari lima orang di Inggris melaporkan gangguan tidur berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh King’s College London dan Ipsos Mori.
Pemimpin penelitian dan direktur Institut Kebijakan di King’s Profesor Bobby Duffy, menjelaskan adanya hubungan yang jelas antara peningkatan stres dan dampaknya pada pola tidur.
“Banyak orang di dunia mengalami fenomena baru, yaitu mimpi pandemi,” katanya.
Baca Juga: Kritik Pidato Jokowi Minta PBB Berbenah, Andi Arief: Kurang Pas
Asisten profesor psikologi di Univeritas Harvard, Deirdre Barret mengatakan banyak orang mengalami mimpi aneh selama pandemi. Deirdre mempelajari dan memahami bagaimana mimpi berubah sejak pandemi Maret lalu.
“Setiap tekanan besar meningkatkan jumlah mimpi yang nyata dan cemas. Survei saya jelas mencatat jumlah yang tinggi. Kami memproses ingatan yang kuat, stres, dan emosi saat ini selama tidur REM. Mimpi kita seringkali sarat dengan simbolisme dan penyajian realitas yang aneh,” jelasnya.
REM (Rapid Eye Movement) terjadi ketika mata berkedut cepat, terjadi perubahan pada pernapasan dan sirkulasi, dan dalam gelombang 90 menit saat tidur. Jika seseorang terbangun saat keadaan REM, maka akan lebih mengingat detail mimpi mereka.
Pandemi Covid-19 menyebabkan peningkatan 35% dalam mengingat mimpi dan sebanyak 15% melaporkan mimpi negatif di antara peserta penelitian Lyon Neuroscience Research Center di Perancis.
Peneliti senior filsafat di Universitas Monash Dr Jennifer Windt sedang membuat penelitian “Covid on Mind” bersama peneliti dari Universitas Cambridge dan Universitas Turku Finlandia.
Baca Juga: Punya Tanda Unik, Ini Arti Mimpi Mengalami Menstruasi
Peserta dari “Covid on Mind” ini akan diminta untuk mengisi kuesioner terlebih dahulu mengenai kondisi mental mereka.
Penelitian ini melibatkan sukarelawan dari Inggris, Australia, atau Finlandia yang berusia di atas 18 tahun untuk menyimpan catatan mimpi dan melakukan tugas yang mengembara pikiran setiap hari selama dua minggu.
Windt ingin mengetahui mimpi dan pengembaraan pikiran orang yang terkunci, juga elemen-elemen studi yang mengembara.
Filsuf ini dalam penelitiannya berfokus pada kesadaran dan ilmu kognitif.
“Ada banyak penelitian yang menunjukkan bahwa kita menghabiskan 30 sampai 50% untuk berpikir dan mengembara. Sebagian besar kehidupan nyata kita tidak mengendalikan pikiran dan perhatian kita sama sekali. Itu menarik,” jelasnya. (Salsafifah Nusi Permatasari)