Suara.com - Hilangnya kemampuan untuk mencium bau atau anosmia telah muncul sebagai gejala umum Covid-19. Meskipun tidak bisa mencium mungkin terdengar seperti efek samping kecil, hasilnya bisa menghancurkan bagi seseorang.
Indra ini terikat dalam upaya kita untuk mempertahankan diri dan menangkap rasa yang kompleks dan menikmati makanan. Bau bahkan berperan dalam kehidupan emosional kita, menghubungkan kita dengan orang yang kita cintai dan kenangan.
Orang tanpa penciuman sering kali melaporkan merasa terisolasi dan tertekan serta kehilangan kenikmatan dalam keintiman.
Dikutip dari Science Alert, dampak emosional hilangnya penciuman pada pasien sangat besar. Sebuah penelitian pada Juni lalau di Inggris mengungkap tingkat depresi dan kecemasan yang tinggi di antara populasi anosmic.
Lalu, dapatkah indra penciuman yang hilang akibat Covid-19 dapat kembali?
Kabar baiknya, bagi sebagian besar pasien Covid-19 yang menderita anosmia, indra penciuman kembali dalam beberapa minggu. Dokter sendiri belum tahu apakah virus menyebabkan hilangnya bau dalam jangka panjang.

Menurut sebuah penelitian dari Italia yang diterbitkan awal bulan ini , 49 persen pasien telah sepenuhnya mendapatkan kembali indra penciuman atau perasa mereka dan 40 persen melaporkan peningkatan.
Sedangkan 10 persen lainnya mengalami kehilangan bau terus-menerus yang berlangsung selama berbulan-bulan.
Sementara pemahaman tentang Covid-19 masih berkembang, para peneliti mulai memahami apa yang menyebabkan anosmia pada pasien virus corona sejak awal.
Baca Juga: Kasus Virus Corona di Surabaya Hampir 70 Persen Didominasi Kalangan Pemuda
Dalam sebuah artikel di The Conversation, Dr. Jane Parker, seorang profesor kimia rasa di University of Reading, dan Dr. Simon Gane, seorang ahli rinologi di Universitas London menjelaskan bahwa orang yang pulih lebih cepat dari anosmia kemungkinan besar mengalami peradangan di tingkat lokal, atau dikenal sebagai "sindrom sumbing".