Suara.com - Kabar mutasi virus Corona D614G yang disebut 10 kali lebih menular ditemukan di sejumlah daerah di Indonesia.
Meski begitu, pakar mengatakan dampak mutasi baru sebatas hasil uji coba laboratorium sehingga masyarakat tidak perlu panik.
Dilansir VOA Indonesia, Ketua Pokja Genetik Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM, dr Gunadi Ph.D mengatakan pernyataan bahwa virus hasil mutasi ini sepuluh kali lebih infeksius baru ada di taraf uji coba laboratorium.
Butuh penelitian lanjutan yang sangat sulit untuk membuktikan, bahwa kemampuan yang sama dari virus berlaku pada manusia.
Baca Juga: Eijkman: Mutasi Virus Corona D614G Tidak Akan Pengaruhi Pengembangan Vaksin
"Korber saja dari 999 sampel, dia juga kesulitan, karena untuk mengetahui dia sangat infeksius itu harus di-traced. Kenapa kok dia kesulitan, karena harus tahu misalnya A ketularan dari B, kemudian B ketularan dari C, itu kan sulit," ujar Gunadi kepada VOA.
"Makanya dia juga enggak berani mengatakan pada tingkat manusia, karena dia mungkin tidak punya datanya. Akan kesulitan dia melacak 999 pasien itu, dia penularnya atau dia ditulari yang lain," lanjutnya.
Korber yang disebut Gunadi, adalah peneliti bernama Bette Korber dari Los Alamos National Laboratory.
Pada April 2020 lalu, dia dan timnya mempublikasikan hasil penelitian mereka di BioRxiv.
Dalam tulisannya, Korber menyebut strain baru ini sangat dominan di Eropa dan Amerika Serikat.
Baca Juga: Menristek: Mutasi Virus Corona Tak Hambat Pengembangan Vaksin Merah Putih
Strain baru ini disebut D614G karena mengalami perubahan asam amino di posisi 614 dalam strukturnya dari D (asam aspartat) menjadi G (glisin).
Perubahan ini membuat virus berkembang lebih cepat dan mudah menyesuaikan diri pada inangnya.
Gunadi menambahkan, meski pada pasien yang terinfeksi virus hasil mutasi ini ditemukan virus yang lebih banyak, ternyata tingkat keparahannya tidak berbeda dengan pasien yang terinfeksi jenis sebelum mutasi.
Kondisi ini menjadi bahan kesimpulan hingga saat ini, bahwa mutasi virus tidak mempengaruhi seberapa parah kondisi pasien.
Sekali lagi, Gunadi meminta masyarakat tenang, karena hasil penelitian di laboratorium, belum dilanjutkan dengan penelitian pada tingkat manusia.
Paling tepat dalam menyikapinya, adalah tetap menerapkan protokol kesehatan yang sudah ditetapkan pemerintah.
"Terlepas apakah dia ganas atau tidak, itu masih belum diketahui. Justru dengan tidak diketahuinya, menjadi tantangan bagi kita semua. Sifat virusnya masih baru, tentu masyarakat harus lebih peduli, lebih disiplin," lanjut Gunadi.