Suara.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akan melakukan pertemuan rutin untuk membahas peraturan kesehatan internasional (International Health Regulation) di tengah pandemi Covid-19 yang melanda dunia.
Dilansir VOA Indonesia, pertemuan ini dilakukan untuk merevisi IHR yang terakhir kali diubah pada tahun 2005.
Revisi IHR kali ini dilakukan sebagai tanggapan atas epidemi mematikan yang kini sedang melanda dunia.
Dokumen itu memberikan pedoman kerangka kerja yang dapat digunakan negara-negara anggota untuk menanggapi keadaan darurat kesehatan internasional, seperti pandemi Covid-19, dan menetapkan hak dan kewajiban negara dalam menangani keadaan darurat yang berpotensi lintas batas.
Baca Juga: Berencana Operasi Hidung? Kenali Dulu Risiko dan Manfaatnya!
Mantan direktur jenderal WHO Gro Harlem Brundtland mengatakan kepada wartawan pada Juni bahwa WHO harus mengubah pedoman IHR yang mengakibatkan lembaga itu menentang pembatasan perjalanan pada awal wabah. Langkah itu kemudian dikecam oleh Amerika Serikat.
Bulan lalu, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyerukan pembentukan panel evaluasi yang terdiri dari ahli kesehatan independen dari seluruh dunia.
Ini adalah keempat kalinya komite peninjau dibentuk untuk mengevaluasi respons terhadap krisis kesehatan internasional.
Panel sejenis bertemu pada 2010 untuk mengevaluasi tanggapan terhadap wabah Influenza H1N1, pada 2014 untuk meninjau kembali tenggat penerapan peraturan kesehatan internasional, dan pada 2016 untuk wabah Ebola Afrika Barat.
WHO dan China Bertemu Bahas Vaksin
Baca Juga: Zodiak Kesehatan Besok Kamis 10 September 2020: Taurus Yuk Duduk yang Benar
Beberapa hari lalu, WHO diketahui melakukan pertemuan khusus dengan China, terkait vaksin Covid-19 yang dikembangkannya.
Dilansir ANTARA, WHO dan China berdiskusi terkait syarat persetujuan internasional untuk vaksin Covid-19 buatannya.
"Kantor WHO di China dan markas besar WHO sedang berkoordinasi dengan otoritas regulator di China," kata asisten direktur jenderal Mariangela Simao saat konferensi pers di Jenewa.
"Kami berkomunikasi langsung, dan kami berbagi informasi serta persyaratan untuk persetujuan internasional vaksin," ujarnya lagi.
Kepala eksekutif Sinovac Biotech Ltd pada Minggu (6/9) mengatakan sekitar 90 persen pekerja perusahaan China tersebut beserta keluarga mereka telah mendapatkan vaksin eksperimental, yang dikembangkan di bawah program penggunaan darurat negara tersebut.
Cakupan inokulasi dalam program darurat, yang diluncurkan China pada Juli tapi merilis sedikit rincian, menunjukkan seberapa aktif pihaknya menggunakan vaksin eksperimental dengan harapan melindungi pekerja penting terhadap potensi kebangkitan Covid-19, bahkan saat uji coba masih berlangsung.