Suara.com - Katrina Cunnane (34) didiagnosis menderita kanker serviks setelah mengalami periode menstruasi yang tidak teratur. Bahkan ia tidak menyadari kankernya sudah stadium akhir.
Mulanya, dokter memberinya pil kontrasepsi untuk mengatur ketidakseimbangan hormon yang mungkin menyebabkan menstruasinya tidak teratur.
Wanita asal Brisbane ini pertama kali merasakan darahnya merembes pada celana dalamnya saat mengemudi mobilnya, dua hari sebelum Natal tahun 2018.
Saat itu Katrina baru saja menghentikan suntikan kontrasepsinya dan mengira darah yang merembes itu hanya menstruasi biasa.
Baca Juga: Ahli Sebut VIrus Corona Melemah dan 4 Berita Kesehatan Menarik Lainnya
Tapi, ia mulai mencurigai ketika pendarahannya berlanjut dengan intensitas berbeda disertai nyeri punggung bawah beberapa minggu. Ia lantas menemui dokter umum yang merujuknya untuk pap smear.
"Setelah pap smear untuk mendeteksi massa sel abnormal, kami semua tahu bahwa saya menderita kanker tapi tidak ada yang berani mengatakannya," ujar Katrina dikutip dari The Sun.
Kemudian, dokter menemukan tumor yang menjalar di sepanjang leher rahim dan masuk ke dalam rongga rahim Katrina. Pertumbuhan tumor itu dianggap terlalu besar untuk dihilangkan.
Katrina juga mengalami kerusakan pada leher rahim yang begitu besar, sehingga ia tidak bisa hamil. Hal itu yang membuat Katrina semakin hancur karena impiannya adalah menjadi seorang ibu.
"Saya benar-benar hancur, karena menjadi ibu adalah hal yang sangat kuinginkan," ujarnya.
Baca Juga: Waspada, Dokter Sebut Diare Bisa Jadi Gejala Baru Infeksi Virus Corona!
Beberapa bulan setelah diagnosis, Katrina mulai menjalani pengobatan, mulai 6 kali kemoterapi, 28 kali terapi radiasi dan 3 kali brachytherapy yang termasuk bentuk radioterapi untuk menghancurkan sel kanker.
Beruntungnya, tubuh Katrina memberikan respons baik selama pengobatan. Dokter pun meyakinkannya bahwa tingkat kelangsungan hidupnya mencapai 80 persen.
Sayangnya, hasil pemindaian PET pada Maret 2020 ini justru menunjukkan kankernya sudah menyebar jauh ke dalam jaringan panggul dan kelenjar getah bening.
Kali ini, dokter mengatakan Katrina tidak memiliki pilihan selain kemoterapi paliatif atau perawatan akhir hidup untuk pasien kanker stadium akhir.
"Saya mengalami mati rasa dan gemetar. Dokter harus menuliskan semua yang aku butuhkan dan akan dilakukan karena saya tidak bisa mendengar," ujarnya.
Karena kondisi ini, Katrina merasa sudah menyia-nyiakan banyak waktu berharga dalam hidupnya. Ia merasa sesama wanita mestinya perlu saling perhatian menanyakan hasil pap smear yang perlu dilakukan rutin.
Tetapi, pembahasan mengenai kesehatan wanita justru menjadi tabu dan aneh di antara perempuan. Padahal banyak wanita yang sudah sekarat akibat penyakit yang seharusnya bisa dicegah dari awal.
Adapun tanda-tanda kanker serviks yang dirasakan oleh Katrina, berupa rasa sakit pendarahan vagina di antara periode menstruasi, rasa sakit ketika berhubungan seks dan keputihan yang tidak biasa.
Kanker serviks tergolong jenis kanker yang bisa diobati dan pasien bisa memiliki kelangsungan hidup jangka panjang. Artinya, intervensi dini bisa menjadi pembeda antara hidup dan mati pasien kanker serviks.