Iklan Rokok di Televisi Masih Ada, Anak Indonesia Rentan Jadi Perokok

Sabtu, 05 September 2020 | 18:48 WIB
Iklan Rokok di Televisi Masih Ada, Anak Indonesia Rentan Jadi Perokok
Dampak merokok pada keluarga. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Masih adanya iklan rokok di televisi disebutkan pakar menjadi salah satu penyebab tingginya jumlah perokok anak di Indonesia.

Peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) Universitas Indonesia Renny Nurhasana menyoroti keberadaan iklan rokok di televisi di Indonesia.

Pasalnya belum ada peraturan tentang laranan iklan rokok di televisi.

"Yang paling penting adalah di televisi masih bisa melihat iklan rokok. Negara mana yang masih ada iklan rokoknya di Indonesia yang masih ada. Jadi kita belum ada peraturan sedangkan anak-anak itu masih masih banyak menonton televisi jadi disitu peraturannya belum saja," ucap Renny dalam diskusi bertajuk Pandemi, Harga Cukai dan Naiknya Perokok Anak, Sabtu (5/9/2020).

Baca Juga: Catat! Ini Dua Faktor yang Membuat Jumlah Perokok Anak Meningkat

Renny juga menilai belum optimalnya pelaksanaan pembatasan rokok di Kawasan Tanpa Rokok.

"Dari analisa kami, bahwa memang terbatas. Kalau melihat secara praktek nya belum. Jadi secara teori sudah ada peraturan-peraturannya, namun pelaksanaan di lapangan belum terbatas," ujar

Kemudian soal aturan KTR, Perdanya belum diimplementasikan di lapangan

"Jadi kita lihat Kawasan Tanpa Rokok, KTR masih berupa perda, belum sampai pelaksanaan sampai di lapangan," ucap dia.

Karena itu Renny meminta semua pemangku kepentingan untuk bergerak untuk menyelesaikan permasalahan meningkatnya perokok anak.

Baca Juga: Studi: Pria Perokok Bikin Keturunannya 3 Kali Lebih Berisiko Kena Asma

Selain itu PKJS mendorong menaikkan harga rokok, larangan iklan rokok untuk mencegah peningkatan perokok anak.

"Jadi kalau dibilang semua stakeholder harus gerak ya, karena memang tidak bisa dari instrumen untuk yang ada KTR atau dari periklanan, japi juga dibantu dengan harga rokok yang mahal. Jadi memang banyak sekali multi-stakeholder kata penyelesaikan masalah ini," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI