Suara.com - Sindrom happy hypoxia terdeteksi pada beberapa pasien Covid-19 di Jawa Tengah. Sebanyak tiga orang telah dilaporkan meninggal akibat komplikasi ini.
"Saat ini pasien Happy Hypoxia sudah ada tiga daerah yang kita ketahui diantaranya, Semarang, Solo dan Banyumas," jelas Yulianto Orabowo Kepala Dinas Kesehatan Jawa Tengah kepada kepada Suara.com, Kamis (3/9/2020).
Sindrom happy hypoxia merupakan sangat rendahnya kadar oksigen di dalam tubuh pasien Covid-19, kata dr. Sumardi, Dokter Spesialis Penyakit Dalam Paru-paru (Dokter Spesialis Paru Penyakit Dalam) FKKMK UGM.
Namun, penurunan kadar oksigen ini tidak menimbulkan gejala.
Baca Juga: Pasien Covid-19 Kekurangan Oksigen Tapi Belum Tentu Sesak Napas, Kok Bisa?
“Orang yang mengalami happy hypoxia akan terlihat normal atau biasa-biasa saja. Makanya sering disebut silent hypoxia karena entah kenapa perlahan-lahan terjadi setelah sekian lama lemas dan tidak sadarkan diri,” jelas dr. Sumardi, dilansir laman resmi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Ia menambahkan, hypoxia terjadi karena adanya kaskade di pembuluh darah yang disebabkan oleh peradangan, terutama di paru-paru akibat turunnya kadar oksigen tubuh.
Tapi, komplikasi ini tidak hanya akan 'membekukan' paru-paru saja. Organ lainnya seperti ginjal dan otak juga dapat beku. Inilah sebabnya happy hypoxia dapat menyebabkan kematian.
Kemungkinan penyebab happy hypoxia
Dilansir Firstpost, tingkat saturasi oksigen darah (SaO2, jumlah hemoglobin yang membawa oksigen) pada orang normal adalah sekitar 95 persen atau lebih.
Baca Juga: Ngeri, Begini Penampakan Saluran Napas Manusia yang Dipenuhi Virus Corona
Namun, dalam kondisi yang memengaruhi paru-paru seperti pneumonia, tingkat saturasi darah turun di bawah 94 persen. Kondisi ini disebut hipoksemia.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Sistem Kesehatan Universitas Loyola Marymount, California, menjelaskan kemungkinan penyebab happy hypoxia:
1. Reseptor ACE2 terdapat pada sel-sel otak yang merespons hipoksia
Hipoksemia menyebabkan kesulitan bernapas melalui reseptor kimia khusus yang disebut badan karotis yang ada di otak.
Reseptor ACE2, permukaan sel yang digunakan oleh virus corona memasuki sel sehat, juga ada di badan karotis. Jadi, ada kemungkinan reseptor ini mungkin berperan dalam dispnea (kesulitan bernapas), namun, diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami hal ini.
2. Oksimeter denyut tidak seefektif pada pasien yang sakit kritis
Oksimeter merupakan alat untuk menghitung kadar oksigen di dalam darah.
Pembacaan dari oksimeter denyut memiliki perbedaan sekitar 4 persen dari saturasi oksigen arteri yang sebenarnya, SaO2. Oksimetri kurang dapat diandalkan pada tingkat SaO2 di bawah 80 persen.
3. Demam dapat memengaruhi cara tubuh kita merespons hipoksia
Demam, gejala Covid-19, mungkin ada hubungannya dengan happy hypoxia. Badan karotis di otak hanya merespon PaO2 (ukuran tekanan oksigen dalam darah di arteri) dan bukan SaO2. Namun, keduanya dapat bervariasi pada suhu yang berbeda.