Suara.com - Stunting masih menjadi isu besar yang memerlukan perhatian. Oleh karena itu, upaya menurunkan angka stunting terus dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak, pemerintah maupun swasta.
Tak hanya pada balita, remaja juga menjadi kelompok usia potensial yang bisa dilibatkan dalam berbagai program pencegahan stunting sejak dini.
Data Kementerian Kesehatan mengungkap, dari 23 persen populasi penduduk Indonesia adalah anak dan remaja. Sayangnya, 25 persen atau 1/4 remaja menderita stunting atau tubuh pendek karena kurang gizi.
Menurut Global Health survei 2015 hal itu dikarenakan banyak remaja jarang mengonsumsi sarapan dan 93 persen di antaranya kurang makan serat seperti sayur buah.

Selain itu, angka pernikahan remaja di Indonesia yang tinggi. Hal itu juga berkontribusi pada kejadian stunting.
Pengetahuan mereka masihlah sangat terbatas, khususnya mengenai pentingnya gizi dan stimulasi yang tepat. Di saat itu pula mereka harus menikah, hamil dan menjadi seorang ibu.
Padahal, kata Direktur Gizi Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI Dr.Dhian Probhoyekti, SKM.MA, gizi remaja memiliki implikasi penting dalam mencapai target pembangunan dan kesehatan Indonesia.
"Ini karena remaja menjadi kesempatan kedua bagi kita untuk memperbaiki kualitas gizi setelah balita. Khususnya remaja putri yang merupakan calon ibu yang dapat memperbaiki status gizi bangsa ini di masa depan,” ungkap Dhian dalam diskusi nasional yang membahas Program Promosi Gizi Remaja Berbasis Sekolah secara daring, Kamis (3/9/2020).
Hal inilah yang membuat Program Promosi Gizi Remaja Berbasis Sekolah/School-Based Nutrition Promotion (SBNP) diluncurkan oleh SEAMEO RECFON (Southeast Asian Ministers of Education Organization Regional Centre for Food and Nutrition) atau Pusat Kajian Gizi Regional Asia Tenggara.
Baca Juga: 6 Perilaku Ini Membuat Ibu Berisiko Melahirkan Anak Stunting
Ini nantinya akan menjadi platform berbasis website dan Buku Kompilasi Kegiatan SBNP di Indonesia.