Suara.com - Insektisida rencananya akan disebarkan secara luas di rumah-rumah di Afrika untuk memerangi nyamuk pembawa parasit malaria. Dua tahun lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memberikan izin untuk penggunaan pestisida clothianidin, yang sudah lama digunakan untuk membunuh hama tanaman, sebagai 'senjata' terhadap nyamuk malaria.
Namun, pestisida ini sudah mulai kehilangan keefektifannya karena nyamuk menjadi semakin resisten.
Para ilmuwan di Pusat Penelitian Penyakit Menular Kamerin atau Cameroon’s Centre for Research in Infectious Diseases (CRID) menemukan sebuah pestisida baru untuk mengatasi masalah ini.
Dilansir dari Science Magazine, mereka baru-baru ini mengambil sampel nyamuk, termasuk dua pembawa utama malaria, dari daerah pedesaan dan perkotaan di sekitar Yaoundé, Ibu Kota Kamerun.
Baca Juga: Pasutri Meninggal Kena Corona, Awalnya Dikira Gegara Sarang Nyamuk
Dalam satu uji kerentanan standar, paparan clothianidin selama satu jam membunuh 100% Anopheles coluzzii. Namun, hanya mampu membunuh 45% nyamuk jenis Anopheles gambiae.
Corine Ngufor, ahli entomologi medis di London School of Hygiene & Tropical Medicine, mengatakan studi ini tampaknya menjadi laporan pertama tentang resistensi yang jelas terhadap clothianidin pada nyamuk malaria.
"Ini mungkin menyebar sangat cepat dan membuat kelas baru insektisida hampir tidak berguna untuk mengendalikan vektor malaria dalam beberapa tahun," kata Ngufor mengingatkan.
Colince Kamdem, pemimpin penelitian tersebut, mengatakan penggunaan neonicotinoid (kelas bahan kimia dari clothianidin) dalam pertanian kemungkinan besar mendorong munculnya generasi nyamuk yang resisten.
"WHO tidak akan merekomendasikan insektisida ini lagi jika data seperti itu tersedia," dia berpendapat.
Baca Juga: 750 Juta Nyamuk Mutan Bakal Dilepaskan, Ini Alasannya
Tiaan de Jager, direktur Institut Universitas Pretoria untuk Pengendalian Malaria Berkelanjutan di Afrika Selatan, mengatakan penelitian tersebut menunjukkan pentingnya menguji vektor malaria untuk mengetahui resistensi terhadapinsektisida sebelum menerapkannya.
"Ini membuktikan betapa pentingnya menyesuaikan metode pengendalian dengan suatu wilayah," jelas de Jager.
Ngufor menambahkan, dibutuhkan bahan kimia insektisida lain untuk mengendalikan nyamuk malaria resisten ini.
WHO belum meninjau studi tersebut karena belum dipublikasikan dalam jurnal peer-review, kata Deusdedit Mubangizi, koordinator penilaian 'prakualifikasi' atas produk farmasi aktif dan obat-obatan, termasuk insektisida.
Namun menurutnya, bahan kimia tersebut masih bisa menjadi aset dalam mengendalikan nyamuk.
"Resistensi terhadap clothianidin jauh lebih jarang dibandingkan dengan insektisida alternatif lain yang digunakan saat ini," katanya. Tetapi berapa lama hal itu akan bertahan adalah hal yang tidak diketahui, ujar de Jager.