Suara.com - Saat ini, topik herd immunity atau kekebalan kawanan sedang menjadi hal kontroversial di Amerika Serikat. Anggota Satuan Tugas Virus Corona Gedung Putih, Dr. Scott Atlas membantah isu bahwa dirinya mendukung strategi tersebut.
"Saya tidak pernah menganjurkan strategi tersebut," kata Atlas dalam konferensi pers di Florida, Senin (31/8/2020).
Stratergi herd immunity, seperti yang dilakukan di Swedia, artinya akan ada banyak orang yang harus terinfeksi virus corona Covid-19 untuk membangun kekebalan alami di masyarakat. Namun, ketika virus menyebar dan membuat orang sakit, banyak yang bisa meninggal dalam prosesnya.
Leana Wen, dokter darurat dan alalis medis CNN mengatakan sekitar dua juta orang Amerika bisa meninggal dalam upaya mencapai kekebalan kawanan terhadap virus corona ini.
Baca Juga: Terungkap! Ini Kelemahan Vaksin Covid-19 Buatan Rusia dan China
Wen menambahkan, dia sangat khawatir dengan pendekatan herd immunity dan masih banyak hal yang belum diketahui tentang berapa lama kekebalan terhadap Covid-19 dapat bertahan.
"Jika kita menunggu sampai 60 hingga 80% orang mengalaminya, kita berbicara tentang 200 juta lebih orang Amerika yang terinfeksi virus, pada tingkat kematian 1%, katakanlah, artinya ada 2 juta orang yang akan mati dalam upaya ini," kata Wen. Padahal, menurutnya, kematian tersebut dapat dicegah.
Maria Van Kerkhove, kepala teknis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk tanggapan virus corona, mengatakan selama konferensi media di Jenewa pekan lalu bahwa kekebalan kawanan biasanya dibahas dalam konteks vaksinasi, bukan sebagai tanggapan terhadap pandemi.
"Biasanya ketika kita berbicara tentang kekebalan kawanan, kita berbicara tentang berapa banyak populasi yang perlu divaksinasi untuk memiliki kekebalan terhadap virus, terhadap patogen, sehingga penularan tidak dapat lagi terjadi atau sangat sulit bagi virus atau patogen menularkan antar manusia," kata Van Kerkhove.
Sebaliknya, jika hal ini dilakukan dalam konteks membiarkan penularan terjadi masyarakat, menurut Van Kerkhove, akan sangat berbahaya. "Itu berarti banyak orang yang terinfeksi, banyak orang perlu dirawat di rumah sakit dan banyak orang akan meninggal," tandasnya, dilansir CNN.
Baca Juga: Cegah Covid 19, Mahasiswa UMM Beri Edukasi ke Masyarakat