Suara.com - Penambahan kasus positif Covid-19 di Indonesia masih tinggi. Masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan akan sangat rentan tertular Covid-19, termasuk anak-anak.
Dijelaskan Dr. Murti Andriastuti SpA(K) dari Divisi Hematologi-Onkologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FKUI-RSCM dalam seri webinar Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI) beberapa waktu lalu, sejak aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSSB dilonggarkan, angka kejadian Covid-19 pada anak terus meningkat.
"Meskipun angka kasus pada anak tidak terlalu tinggi (1-7 persen) tetapi case fatality rate anak cukup tinggi. Dan biasanya pada anak tidak menunjukkan gejala," jelas dokter yang biasa disapa dokter Andri tersebut melalui siaran pers yang diterima Suara.com. Senin (31/8/2020)
Diketahui sekitar 44 persen kasus Covid-19 pada anak memiliki kontak erat dengan orang dewasa yang positif. Oleh karena itu, orang dewasa diminta berhati-hati dan mematuhi protokol kesehatan guna mencegah Covid-19 dan menggunakan masker saat ke luar rumah agar tidak menularkan anak-anak.
Baca Juga: 15 Kasus Baru Virus Corona di Malaysia Semuanya Impor, Dari Mana?
Dampak Covid-19 pada Pasien Kanker Anak
Di sisi lain, penderita kanker anak menjadi kelompok yang sangat rentan tertular Covid-19. Padahal, mereka harus rutin ke rumah sakit untuk menjalani tindakan maupun pengobatan.
Meski belum ada penelitian terkait Covid-19 dan pasien kanker anak di Indonesia, namun data dari Amerika Serikat, tepatnya dari Regsitri St Jude Hospital yang melibatkan 793 anak dengan kanker menunjukkan pandemi Covid-19 membuat tertundanya konsultasi dan tindakan medis untuk anak-anak dengan penyakit kanker.
Beberapa jenis tindakan yang tertunda, misalnya operasi kanker, radioterapi, tranplatasii sel punca dan lain-lain.
"Penyebabnya antara lain banyak rumah sakit yang merawat pasien Covid-19 sehingga perawatan untuk pasien lain menjadi berkurang. Banyak dokter juga disibukkan dengan Covid. Bahkan dokter senior pun dilarang praktek karena termasuk kelompok yang rentan tertular," jelas dr. Andri.
Baca Juga: GAWAT! Makin Banyak Zona Merah Virus Corona di Kota Bogor
Dampak lainnya adalah ketersediaan obat kemoterapi yang berkurang, sehingga rejimen harus diubah. Semua ini berdampak pada pasien kanker anak.
Anak dengan kanker yang tertular Covid-19, lanjut dr. Andri, berisiko mengalami penyakit yang lebih berat apabila terinfeksi virus corona jenis baru tersebut. Hal ini karena anak dengan kanker memiliki daya tahan tubuh yang lemah atau disebut imunokompromais.
Dari data yang sama terlihat bahwa anak-anak berusia 5-9 tahun dalah yang paling berisiko tertular. Sebagian besar adalah penderita leukemia jenis ALL. "Anak yang terkena Covid-19 bisa saja memiliki gejala tidak khas, seperti batuk pilek biasa disertai nyeri tenggorokan. Karena gejalanya tidak khas sehingga tidak langsung terdiagnosis," ujar dr. Andri.
Namun, pada anak dengan kanker yang terpapar Covid-19, gejalanya berat dan kemungkinan mengalami kritis 8 persen lebih tinggi dibandingkan anak tanpa kanker. Dengan perawatan tepat, rata-rata mereka bisa pulang dari rumah sakit kurang dari 30 hari.
Pengobatan Kanker pada Anak selama Pandemi Covid-19
Dokter Andri menjelaskan, pasien kanker anak harus tetap berobat rutin sesuai jadwal. Ada cara yang bisa dilakukan jika pergi ke rumah sakit tidak memungkinkan. Salah satunya dengan menyesuaikan jadwal konsultasi dengan telemedicine.
"Secara umum, pengobatan tetap dilanjutkan. Jika memungkinkan minta dokter memperpanjang stok obat kanker yang jenis oral, sehingga bisa untuk digunakan beberapa bulan," kata dr. Andri.
Jika ada tanda kegawatan seperti demam tinggi, sesak napas, diare, mual dan muntah, kejang atau perdarahan, maka anak harus segera dibawa ke rumah sakit. Tanda darurat ini menunjukkan anak harus segera ditangani tenaga medis karena kemungkinan memerlukan tindakan seperti transfusi, infus atau pemberian antibiotik secepat mungkin.
"Tidak perlu takut untuk membawa pasien kanker anak ke rumah sakit karena rumah sakit memiliki protokol ketat mencegah penularan dengan skrining rutin bagi yang berisiko. Pelayanan juga dibedakan menjadi zona pasien Covid-19 dan non Covid-19," pungkas dr. Andri.