Suara.com - Kita semua akan kehilangan cairan tubuh melalui keringat, air mata, urin, dan feses. Air juga menguap dari kulit dan meninggalkan tubuh sebagai uap saat kita bernapas.
Sama halnya dengan bayi, yang justru mudah kehilangan banyak air dan garam. Ini bisa terjadi saat mereka mengalami demam, diare, atau muntah.
Tubuh mereka hanya menyimpan sedikit cadangan air dan tingkat metabolisme mereka tinggi sehingga mudah kehilangan air serta elektrolit yang dibutuhkan tubuh untuk berfungsi.
Jika cairan ini tidak segera diganti, kondisi sang bayi justru bisa kritis.
Baca Juga: Miris, Bayi ini Meninggal Diduga Lantaran Bidan Salah Beri Obat
Dilansir Parents, berikut tanda dehidrasi pada bayi yang harus diwaspadai:
- Kantuk
- Sifat lekas marah
- Mudah haus
- Kulit kurang elastis
- Mata dan ubun-ubun (atau titik lunak di kepala) tampak cekung
- Air mata berkurang atau tidak ada sama sekali
- Mulut kering
- Jarang buang air kecil
Dokter sering merekomendasikan larutan rehidrasi oral (ORS) seperti Pedialyte, Ceralyte, atau Gastrolyte, dalam dosis kecil dan sering, untuk membuat tubuh bayi mengalami rehidrasi.
National Digestive Diseases Information Clearinghouse mengatakan tujuan pemberian obat ini adalah untuk mencegah keluarnya cairan agar tidak melebihi asupan.
Perawatan rehidrasi tidak akan menghentikan diare, tetapi akan menjaga tubuh tetap terhidrasi sampai penyakitnya mereda.
Baca Juga: Kasus Covid-19 di DIY Tambah 42 Kasus, Salah Satunya Masih Balita
Bayi dianggap terhidrasi jika mengeluarkan jumlah urin secara normall, atau setidaknya enam popok basah sehari untuk bayi dan balita.
Jumlah cairan yang harus dikonsumsi bayi tergantung pada ukuran dan derajat dehidrasinya.
Menurut Pusat Pengendalian Penyakit (CDC), anak-anak dengan berat kurang dari 10 kg (22 pon) harus minum 60 sampai 120 ml (2-4 ons), oralit untuk setiap episode muntah atau diare. Dan mereka yang beratnya lebih dari 10 kg harus minum oralit 120 sampai 240 ml (4-8 ons).