Hasil Studi: Lahir di Dataran Tinggi, Pertumbuhan Anak Berisiko Terhambat

Rabu, 26 Agustus 2020 | 07:20 WIB
Hasil Studi: Lahir di Dataran Tinggi, Pertumbuhan Anak Berisiko Terhambat
Ilustrasi bayi. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sebuah studi yang diterbitkan di JAMA Pediatric menunjukkan bahwa anak-anak yang lahir di dataran tinggi, yaitu ketinggian 1.524 meter di atas permukaan laut, cenderung lahir dengan tubuh yang lebih kecil, dan kemungkinan pertumbuhan anak terhambat.

Bahkan, jika anak-anak tersebut dilahirkan dalam lingkungan rumah yang ideal sesuai standar WHO, seperti memiliki cakupan kesehatan yang baik, kondisi kehidupan lebih tinggi, dan ibu yang berpendidikan tinggi, risiko tersebut tetap ada.

Pada ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut, anak-anak lahir dengan panjang yang lebih pendek dan tetap dalam pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan anak-anak yang tinggal di kota-kota dataran rendah, demikian dalam laporan yang diterbitkan Senin (24/8), seperti dilansir dari CNN.

Studi itu mengamati data tinggi badan dari 950.000 anak di 59 negara.

Baca Juga: 5 Jenis Sayur Terbaik untuk Anak yang Wajib Moms Siapkan

"Lebih dari 800 juta orang hidup di ketinggi 1.500 meter di atas permukaan laut atau lebih tinggi, dengan dua pertiga dari mereka di Afrika Sub-Sahara, dan Asia," kata rekan penulis studi Kalle Hirvonen, peneliti senior di International Food Policy Research Institute.

Namun, ada sejumlah kota di Amerika Serikat yang berada di atas ketinggian 1.500 mdpl, termasuk Butte, Montana; Cheyenne, Jackson dan Laramie, Wyoming; Flagstaff, Arizona; Las Vegas, Albuquerque dan Santa Fe, New Mexico; Danau Mammoth, Danau Big Bear dan Danau Tahoe Selatan di California; dan sekitar 37 kota di Colorado.

Selain pertumbuhan yang melambat, studi tersebut juga menemukan bahwa melahirkan di dataran tinggi lebih berisiko mengalami kematian.

Sebagian besar risiko terjadi pada periode menjelang dan setelah kelahiran. Kemungkinan kondisi itu disebabkan oleh kadar oksigen yang lebih rendah di tempat yang lebih tinggi.

"Kehamilan di dataran tinggi ditandai dengan hipoksia kronis, atau suplai oksigen yang tidak memadai, yang secara konsisten dikaitkan dengan risiko yang lebih tinggi dari hambatan pertumbuhan janin," kata Hirvonen.

Baca Juga: Menu Sarapan, Jangan Hanya Kenyang Tapi Juga Harus Bergizi

Diperkirakan bahwa adaptasi genetik untuk tinggal di dataran tinggi selama beberapa generasi dapat mengurangi stunting, tetapi studi tersebut tidak menunjukkan hal itu, kata Hirvonen.

"Setelah lahir, kurva pertumbuhan untuk anak-anak di daerah 1.500 mdpl atau lebih secara konsisten lebih rendah," tertulis dalam hasil studi tersebut.

Peneliti menyarankan agar para tenaga kesehatan lebih mmeberikan edukasi kepada wanita hamil untuk mengontrol efek ketinggian ini pada janinnya.

"Langkah pertama adalah mengungkap hubungan kompleks yang menghubungkan ketinggian, hipoksia, dan pertumbuhan janin," kata rekan penulis studi Kaleab Baye direktur Pusat Ilmu Pangan dan Nutrisi di Addis Ababa, Ethiopia.

"Jika anak-anak yang tinggal di ketinggian, rata-rata, lebih kerdil dibandingkan teman-teman mereka di permukaan laut, maka diperlukan upaya yang lebih signifikan untuk mengatasi stunting di dataran tinggi," tambah Hirvonen.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI