Suara.com - Kritik terhadap vaksin Sputnik V buatan Rusia rupanya membuat pemerintah gerah. Rusia pun meluruskan metode penelitian vaksin Covid-19 buatannya tersebut.
Dilansir ANTARA, Dana Investasi Langsung Rusia (RDIF), yang mengelola pendanaan untuk pengembangan vaksin Sputnik V, serta Institut Gamaleya sebagai pihak yang menjalankan penelitian vaksin menyatakan bahwa mereka saat ini telah mempublikasikan data pendekatan basis penelitian human adenovirus.
"RDIF dan Institut Gamaleya berupaya untuk transparansi maksimal [...] karenanya kami mengunggah semua informasi tentang vaksin adenovirus di sputnikvaccine.com," kata Pimpinan Eksekutif RDIF Kirill Dmitriev di Moskow, Rusia, dalam temu media virtual, Kamis((20/8) malam.
Basis penelitian human adenovirus untuk vaksin Covid-19 dipilih Rusia karena disebutnya mempunyai hasil yang paling jelas dan baik terhadap sejumlah penyakit infeksi, misalnya ebola.
Baca Juga: Sudah Tidak Sabar, Hotman Paris Desak Pengusaha Impor Vaksin dari Wuhan
Dmitriev juga menyebut bahwa pendekatan tersebut dalam pengembangan vaksin telah dilakukan mulai tahun 1953, dan Angkatan Darat Amerika Serikat pun menggunakannya sejak 1971 hingga saat ini.
Penjelasan Dmitriev tersebut merupakan respons terhadap sejumlah tanggapan miring atas persetujuan regulasi yang diberikan kepada vaksin Sputnik V.
Izin bagi Sputnik V dinilai sebagian kalangan terlalu dini serta diragukan karena sebelumnya pihak pengembang vaksin tidak membuka data dan informasi penelitian ke publik.
Salah satu pengkritik keras adalah Amerika Serikat, dengan Menteri Kesehatan Alex Azar menuding Rusia menutup-nutupi informasi terkait riset dan hasil pengujian klinis Sputnik V.
"Data dari hasil uji coba tahap awal belum dibuka ke publik, sehingga tidak transparan," kata Azar kepada wartawan dalam panggilan konferensi pada 12 Agustus, sehari setelah Rusia mengumumkan pihaknya menjadi negara pertama yang mempunyai vaksin Covid-19 teregistrasi.
Baca Juga: Kerap Kritik Vladimir Putin, Pemimpin Oposisi Rusia Diracun, Kini Koma
Pekan depan, Rusia baru akan menjalankan uji klinis tahap III, sebagai tahap lanjutan untuk mengkaji kemanjuran, imunogenisitas (proses memicu respons imun), dan keamanan vaksin Sputnik V.
Uji klinis itu melibatkan sekitar 40.000 orang, dimulai dari wilayah negara itu sendiri.
"Hasil dari tahapan-tahapan uji klinis tersebut semoga dapat dipublikasikan pada bulan Agustus ini di sejumlah majalah medis terkemuka. [...] dan kami berencana menambah konten baru di situs vaksin dengan rincian yang baru pula di waktu mendatang," kata Dmitriev.
Bahkan, Rusia mengatakan vaksin Covid-19 buatan mereka bisa melindungi tubuh dari infeksi virus Corona selama dua tahun, bahkan lebih!
"Vaksin yang dihadirkan saat ini juga akan melindungi individu (yang divaksin) dari COVID-19, setidaknya, dalam jangka waktu dua tahun, dan mungkin saja lebih lama," ujar Direktur Institut Riset Nasional Gamaleya, dr. Alexander Gintsburg dari Moskow, Rusia, dilansir ANTARA, Kamis (20/8/2020).
Rusia mengembangkan Sputnik V dengan basis penelitian terhadap human adenovirus -- yang juga digunakan dalam pengembangan vaksin ebola di Republik Guinea.
Respons imun pada vaksin ebola yang sudah terdaftar itu berlangsung selama dua tahun, dan inilah yang menjadi tolok ukur pada Sputnik V.
Vaksin Sputnik V adalah vaksin yang mempunyai dua komponen, yakni serotipe adenovirus 26 (Ad26) dan serotipe adenovirus 5 (Ad5), demikian dijelaskan lebih lanjut oleh dr. Denis Logunov, Wakil Direktur Kinerja Ilmiah Institut Gamaleya.
Logunov mengklaim bahwa serangkaian uji klinis telah dijalankan dengan menunjukkan hasil yang baik dan tanpa efek samping, atau terjadi efek samping namun tidak serius, sehingga otoritas kesehatan Rusia mengeluarkan izin untuk vaksin yang dikembangkan Gamaleya tersebut.
"Terlepas dari hal itu, sertifikat izin ini mewajibkan kami untuk menjalankan uji klinis lanjutan yang lebih luas, dan nampaknya kami mempunyai protokol besar untuk 40.000 orang peserta," kata Logunov.