Suara.com - Setiap enam bulan, hampir 200.000 korban pelecehan anak dirawat oleh pusat-pusat advokasi anak di seluruh Amerika Serikat (AS). Namun selama pandemi, jumlah kasus kekerasan pada anak tercatat telah turun 20 persen.
Sayangnya menurut data National Children's Alliance yang berbasis di Amerika, penurunan itu bukan terjadi karena memang adanya penurunan angka namun karena minimnya pelaporan kekerasan terhadap anak selama pandemi.
"Penurunan tajam jumlah anak yang dilayani mencapai 40.000 lebih sedikit dari tahun lalu, ini bukan karena anak-anak tidak terluka, melainkan karena cerita mereka tidak diungkapkan kepada orang yang dapat membantu mereka," kata Teresa Huizar, direktur eksekutif National Aliansi Anak-anak, dikutip dari Insider.
"Saya sangat khawatir tentang 40.000 anak itu," kata Huizar.
Baca Juga: Istrinya Dirawat karena Covid-19, Pria Ini Kirim Bunga ke RS Setiap Hari
Mayoritas korban pelecehan anak dianiaya oleh orang dewasa yang tinggal di rumah mereka. Pandemi telah menjebak banyak calon korban di tempat-tempat yang paling rentan.
Sejak Maret, anak-anak semakin terkurung di rumah. Sebagian besar interaksi mereka di luar rumah tangga langsung bersifat virtual, sehingga mereka memiliki lebih sedikit peluang untuk berbagi tentang apa yang mereka alami.
Ketika anak-anak mengungkapkan pelecehan yang dialami, anak-anak cenderung bercerita pada orang dewasa yang mereka percayai di sekolah atau dalam kegiatan ekstra kurikuler. Namun ketika aktivitas tersebut berlangsung secara online, mereka kehilangan kesempatan untuk berbagi.
"Anak-anak tidak mengungkapkannya di tengah-tengah kelas matematika. Mereka tidak mengganggu kelas seni untuk mengangkat tangan dan mengatakan bahwa mereka dilecehkan secara seksual, mereka mengungkapkannya di kesempatan privat," imbuh Huizar.
Baca Juga: Soal Bantuan Subsidi Upah, Disnakertrans Bantul: Kita Hanya Sosisalisasi