Suara.com - Pandemi Covid-19 membuat sejumlah pelayanan kesehatan tidak berjalan maksimal, termasuk layanan kesehatan reproduksi.
Dilansir VOA Indonesia, Jutaan perempuan dan anak gadis di seluruh dunia kehilangan akses untuk mendapatkan layanan kontrasepsi dan aborsi karena pandemi virus corona.
Kini, beberapa bulan setelah pandemi banyak perempuan yang kehamilannya sudah memasuki trisemester kedua karena mereka tidak dapat menemukan perawatan tepat waktu.
Laporan Marie Stopes International pada Kamis (20/8/2020), hampir 2 juta lebih sedikit perempuan di yang bisa mendapatkan layanan tersebut di periode Januari dan Juni dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Baca Juga: Warga Nilai Pemerintah Pusat Lamban Tangani Corona Dibandingkan Pemda
Dari angka tersebut, sebanyak 1,3 juta berada di India.
Organisasi tersebut memperkirakan dari jumlah tersebut akan ada 900 ribu kehamilan yang tidak direncanakan di seluruh dunia sebagai akibat pandemi Covid-19.
Selain itu juga terdapat 1,5 juta aborsi yang dikategorikan tidak aman dan lebih dari 3.000 kematian ibu.
Direktur Global Evidence Kathryn Church mengatakan angka-angka itu kemungkinan akan makin bertambah jika layanan-layanan tersebut juga tidak berjalan di Amerika Latin, Afrika, dan Asia.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada bulan ini mengatakan dua pertiga dari 103 negara yang disurvei antara pertengahan Mei dan awal Juli melaporkan adanya gangguan pada layanan keluarga berencana dan kontrasepsi.
Baca Juga: Takut Tertular Corona, Istri Larang Suami Masuk Rumah Meski Sudah Karantina
Dana Kependudukan PBB memperingatkan hingga 7 juta kehamilan yang tidak rencanakan terjadi di seluruh dunia.
Karantina wilayah, pembatasan perjalanan, gangguan rantai pasokan, peralihan besar-besaran sumber daya kesehatan untuk memerangi Covid-19 dan ketakutan terhadap infeksi terus menghalangi banyak perempuan dan godis untuk melakukan perawatan.
Diana Kihima dari Pusat Promosi Perempuan mengatakan kehamilan remaja dilaporkan melonjak di Kenya, sementara beberapa perempuan muda di daerah kumuh Kibera Nairobi terpaksa menggunakan pecahan kaca, tongkat, dan pena untuk mencoba menggugurkan kehamilan. Dua meninggal karena luka-luka, sementara beberapa tidak bisa hamil lagi.
Federasi Keluarga Berencana Internasional (IPPF) melaporkan di beberapa bagian Afrika Barat, penyediaan beberapa alat kontrasepsi turun hampir 50% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"Saya belum pernah melihat kondisi seperti ini, selain terjadi pada negara-negara konflik," kata Diana Moreka, koordinator Jaringan MAMA yang menghubungkan perempuan dan anak perempuan untuk peduli di 16 negara Afrika.
Panggilan ke nomor hotline mereka meningkat tajam, termasuk yang nomor yang baru diluncurkan sejak pandemi dimulai di Kongo, Zambia, dan Kamerun. Lebih dari 20 ribu wanita tercatat telah menelepon sejak Januari.
Seperti yang lain, Moreka memprediksi ledakan kelahiran bayi akan terjadi di beberapa bagian dunia.
"Pandemi ... telah membawa kami bertahun-tahun ke belakang," dalam pelayanan keluarga berencana, katanya.