Suara.com - Seorang bayi perempuan yang baru lahir memiliki tumor dengan ukuran satu setengah kali lebih besar dari tubuhnya.
Tumor itu sebenarnya sudah diketahui sejak masih dalam kandungan. Namun orangtua si bayi, Lenai dan Matt Schier menolak untuk lakukan aborsi.
Tumor ditemukan tumbuh dari tulang ekor putri mereka saat USG usia kehamilan 20 minggu pada Mei 2019. Beratnya si bayi tak sampai satu kilogram ketika dia lahir dua bulan kemudian.
Awalnya, dokter tidak dapat memastikan dengan pasti apa benjolan itu, tetapi mereka memberi tahu pasangan tersebut bahwa kemungkinan mengindikasikan spina bifida.
Baca Juga: Jijik! Oknum ART Ludahi Susu Bayi, Bikin Publik Berang
Lenai dan Matt kemudian diberi tahu bahwa janin mereka menderita sacrococcygeal teratoma (SCT), tumor cacat lahir langka yang terletak di dasar tulang ekor, atau tulang ekor.
Setelah melahirkan saat usia janin baru enam bulan melalui operasi caesar pada Juli 2019, putri mereka yang diberi nama Zalya menjalani operasi enam jam untuk mengangkat tumor jinak.
Awalnya, kehamilan kedua itu nampak nirmal hingga saat USG minggu ke-20 itu. Lenai segera dirujuk ke tim kehamilan berisiko tinggi untuk dipantau secara ketat, dan USG lebih lanjut mengungkap bahwa bayinya memiliki tumor tipe II, sebagian di antaranya berada di dalam tubuh Zalya.
Dokter memperingatkan Lenai dan Matt bahwa ada kemungkinan besar bayi mereka tak selamat. Hasil MRI janin menunjukkan bahwa tumor tidak memengaruhi organ bayi dan pasangan tersebut memutuskan untuk melanjutkan kehamilan.
"Selama dua hari itu, yang terpikir oleh saya adalah apakah ini terjadi karena saya tidak mengonsumsi vitamin kehamilan setiap hari atau tidak makan cukup sehat? Saya sangat takut bayi kami tidak akan bisa berjalan atau dia akan banyak sakit," cerita Lenai dikutip dari Mirror.
Baca Juga: 5 Hal Ini Harus Dihindari Saat Memandikan Bayi Baru Lahir
Lenai menjalani tiga kali USG ultrasound seminggu setelah Zalya mengalami anemia karena jantungnya tidak dapat menangani aliran darah ke tumor. Pada minggu ke-28, ketuban Lenai pecah saat dia di rumah sakit dan putrinya lahir pada Juli 2019.
Dalam beberapa hari, Zalya menjalani operasi untuk mengangkat tumor seberat 1,8 kg. Dia harus menjalani lima kali transfusi darah. Sementara Lenai harus menunggu sepuluh hari sebelum dia bisa memeluk Zalya, karena bayi mungil itu menjalani perawatan intensif neonatal (NICU).
"Saat kami menggendongnya untuk pertama kali, saya hanya ingat menangis. Saya hanya terkejut melihat betapa kecilnya dia dan bahwa SCT (tumor) lebih besar darinya. Kami melihat SCT di scan dan mereka akan selalu memberi tahu seberapa besar pertumbuhannya," tuyr Lenai.
Setelah 57 hari dirawat di rumah sakit di Adelaide, Australia, mereka diizinkan pulang.
"Aku merasa meskipun Zalya sudah berusia lima bulan saat kami pulang, baru saat itulah dia memulai hidupnya. Saat itu, kami akhirnya membawa pulang bayi kami yang baru lahir," ucap Lenai.
Tumor Zalya dinyatakan tidak berbahaya sehingga dia tidak mengalami kerusakan jangka panjang pada organnya dan tetap tumbuh seperti anak normal. Meskipun dia belum bisa berjalan atau merangkak.
Zalya telah diangkat tulang ekornya untuk mencegah risiko kembalinya tumor. Dia juga terus dipantau secara ketat dengan tes darah rutin untuk memastikan tumor tidak akan kembali. Sebab risiko tumor kembali masih tinggi sampai dia mencapai usia lima tahun.
"Saya hanya ingin dia menjadi bayi yang bahagia dan sehat. Suatu hari nanti, saya berharap dia bisa berbicara dengan para penyintas lainnya," kata Lenai.