Jangan Salah Kaprah, BMI Bukan Indikator Tunggal Kesehatan Seseorang

Yasinta Rahmawati Suara.Com
Rabu, 19 Agustus 2020 | 17:37 WIB
Jangan Salah Kaprah, BMI Bukan Indikator Tunggal Kesehatan Seseorang
Kelebihan berat badan. (shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dalam memantau berat badan yang sehat, kebanyakan orang mengandalkan indeks massa tubuh atau body mass index (BMI). BMI merupakan ukuran berat badan terkait dengan tinggi badan kita.

BMI menjadi alat yang paling sering digunakan untuk menentukan "kisaran berat badan yang sehat" dan dirancang terutama untuk melacak berat populasi.

Dikutip dari The Conversation, rumus untuk menghitung BMI pertama kali ditemukan pada tahun 1832 oleh matematikawan dan astronom Belgia Adolphe Quetelet. Untuk menghitung BMI, Anda membagi berat dalam kilogram dengan tinggi dalam meter kuadrat (BMI = kg/m2).

Misalnya jika Anda memiliki berat badan 52 kg dan tinggi badan 1,60 m (160 cm). Maka cara menghitung BMI:

Baca Juga: Tanda Kebanyakan Konsumsi Gula dan 4 Berita Kesehatan Menarik Lainnya

BMI = 52kg / (1,60 x 1,60) = 20,3

Lalu tinggal dicocokkan ke kategori berikut. Kategori BMI menurut WHO, yakni: 

  • Kurus: BMI = <18.5
  • Normal: BMI = 18.5–24.9
  • Gemuk: BMI = 25–29.9
  • Obesitas: BMI ≥ 30

BMI telah lama digunakan untuk mengklasifikasikan apakah berat badan kita termasuk dalam kisaran "sehat". BMI juga memberikan perkiraan risiko penyakit seseorang secara keseluruhan, dan digunakan di seluruh dunia untuk mengukur obesitas.

Namun demikian, BMI tidak bisa dipakai sebagai indikator tunggal untuk mengetahui berat badan yang sehat. BMI bukanlah penanda yang akurat untuk kesehatan individu.

BMI pernah mendapat kritik pedas karena kemungkinan tidak akurat dalam memperkirakan lemak tubuh dan tidak memberikan gambaran lengkap tentang kesehatan seseorang.

Baca Juga: Berjalan atau Berlari, Mana yang Lebih Baik Menurunkan Berat Badan?

Dikutip dari The Conversation, BMI sebenarnya tidak mengukur lemak tubuh, padahal itu merupakan elemen kunci saat menetapkan risiko kesehatan .

Sebab, meski memberikan indikasi kasar tentang lemak tubuh, BMI tidak membedakan antara berat yang berasal dari lemak versus otot.

turunkan berat badan. (Shutterstock)
Ilustrasi lemak perut. (Shutterstock)

Sebuah studi terhadap 13.601 orang dewasa menunjukkan prevalensi obesitas jauh lebih rendah saat mendefinisikan obesitas menggunakan BMI daripada persentase lemak tubuh. Menggunakan kategori BMI, lebih sedikit orang yang ditemukan mengalami obesitas.

Orang juga dapat memiliki BMI "normal" tetapi memiliki peningkatan risiko penyakit jantung dan diabetes tipe 2, bergantung pada faktor-faktor seperti tekanan darah atau distribusi lemak tubuh. Mengukur lingkar pinggang dan persentase lemak tubuh mungkin lebih berguna dalam kasus seperti ini

"Indikator kekuatan, kebugaran, dan jaringan lemak sentral jauh lebih menunjukkan kesehatan daripada BMI. BMI tidak memberi tahu kita berapa banyak otot yang dimiliki seseorang, atau di mana lemak tubuh mereka didistribusikan seperti lengan dan kaki vs di sekitar tengah," ujar Evelyn Parr, Exercise Scientist, dikutip dari Financial Review.

Sehingga, meski BMI merupakan alat yang nyaman dan sederhana untuk memahami risiko penyakit, BMI tidak memberikan gambaran yang lengkap atau sepenuhnya akurat tentang segala sesuatu yang memengaruhi kesehatan kita.

Untuk itu, BMI perlu digunakan bersamaan dengan pengukuran lain untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang risiko kesehatan seseorang.

Faktor gaya hidup (seperti merokok, aktivitas fisik, pola makan dan tingkat stres), dan tekanan darah, gula darah, dan kadar kolesterol darah harus dipertimbangkan bersamaan dengan BMI untuk menentukan risiko kesehatan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI