Suara.com - Gelombang panas bukan hanya membuat tubuh tidak nyaman, namun juga masalah mental. Hal ini dinyatakan oleh Harriet Ingle, seorang peneliti psikologi iklim di Glasgow Caledonian University pada The Conversation.
Studi sejarah di awal abad ke-19 menunjukkan bahwa daerah dengan suhu udara lebih tinggi memiliki tingkat kekerasan yang tinggi pula. Menurut Ingle, hal tersebut juga bisa terjadi hingga sekarang.
Melansir dari Metro, beberapa kerusuhan terjadi pada bulan-bulan paling panas. Misal kerusuhan di London pada 2011 yang terjadi pada puncak musim panas. Selain itu 10 kerusuhan paling mematikan di Amerika Serikat juga terjadi antara bulan Maret hingga September (musim panas).
Dalam hal ini, Ingle mengutip penelitian di Inggris yang menunjukkan bahwa setiap kenaikan suhu sebanyak 1 derajat celcius dikaitkan dengan peningkatan 3,8 pesen kejadian bunuh diri dan peningkatan 5 persen korban aksi bunuh diri.
Baca Juga: FDA Setujui Semprotan Hidung untuk Mencegah Bunuh Diri
Kenaikan suhu mampu meningkatkan kadar hormon stres kartisol yang berpotensi meningkatkan adrenalin dan testosteron. Ketika hormon tersebut meningkat, seseorang akan cenderung agresif, kasar, dan mengalami lonjakan hasrat seksual.
Melansir dari The Conversation, orang miskin dan termarjinalisasi akan lebih rentan dengan dampak kenaikan suhu. Begitupun mereka yang memiliki kondisi mental mendasari.
"Demikian pula, mereka yang menderita demensia atau penyakit mental serius yang membatasi kemampuan merawat diri karena mungkin sulit menyesuaikan perilakunya untuk melindungi diri dari panas," catat Ingle.
Sebuah studi menunjukkan bahwa kematian orang dengan kondisi psikosis, demensia dan penyalahgunaan obat terlarang meningkat 5 persen setiap kenaikan suhu 1 derajat celcius.
Baca Juga: Suplemen Vitamin D Disebut Tak Mengatasi Depresi, Simak Penjelasan Berikut