Suara.com - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebut keluhan masyarakat selama pandemi Covid-19 cukup beragam. Keluhan terbanyak berasal dari kesulitan mendapatkan masker hingga hand sanitizer.
Dilansir ANTARA, YLKI mengatakan 33,30 persen pengaduan dari masyarakat pada rentang waktu Maret hingga Juli 2020 terkait produk kesehatan yang sulit didapatkan.
"Pengaduan 33,30 persen itu meliputi keluhan masker, hand sanitizer dan obat-obatan," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Abadi Tulus melalui diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Senin (10/8/2020).
Sejak awal-awal virus corona penyebab Covid-19 diketahui mulai menjangkit masyarakat di Indonesia, tidak lama kemudian masker, hand sanitizer hingga obat-obat juga menjadi langka atau susah didapatkan.
Baca Juga: Ada Kasus Positif COVID-19, UEFA: Duel Atletico Vs Leipzig Sesuai Jadwal
Sebab, kata Tulus, pada saat bersamaan ketiga produk kesehatan tersebut langsung menjadi fokus dan perhatian utama masyarakat yang mengakibatkan indikator pengaduan meningkat ke YLKI.
Selain itu, YLKI juga menerima sekitar 2,70 persen aduan dari masyarakat terkait pelayanan di rumah sakit yang menurun saat pandemi.
"Keluhan layanan kesehatan ini juga termasuk BPJS Kesehatan hingga masyarakat yang ditolak rumah sakit dengan alasan-alasan tertentu," katanya.
Tingginya keluhan dan pengaduan dari masyarakat tersebut, YLKI meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk menyikapinya terutama di masa pandemi.
Pada dasarnya, keluhan produk kesehatan bukanlah yang tertinggi diterima YLKI. Pengaduan terbanyak yaitu menyangkut pengembalian dana dan pengaturan jadwal ulang yakni 38,80 persen.
Baca Juga: Gedung DPRD DKI Sudah Dibuka, Aktivitas Dewan Masih Dibatasi
Selain di sektor-sektor tersebut YLKI juga menerima aduan di bidang lainnya di antaranya terkait penghapusan rute Transjakarta sebanyak 2,70 persen, penumpukan orang di supermarket dan halte 5,50 persen.
Selanjutnya pada rentang Maret hingga Juli 2020 YLKI juga menerima keluhan dan pengaduan masyarakat terkait restrukturisasi hutang sekitar 11,11 persen dan pengaduan lainnya 2,70 persen.
Klaim Obat Covid-19
Tulus juga menyebut banyaknya klaim obat Covid-19 cukup meresahkan masyarakat. Menurutnya, ada empat mengapa klaim obat-obatan Covid-19 bermunculan selama pandemi.
"Pertama, hal itu terjadi karena buruknya politik manajemen penanganan wabah oleh pemerintah sejak awal," kata Tulus dalam sebuah webinar, Senin (10/8/2020).
YLKI menilai sejak akhir Februari hingga saat kini, penanganan politik manajemen terkait pandemi oleh pemerintah masih kurang maksimal.
Kemudian, poin kedua ialah kurangnya literasi kepada masyarakat terkait produk obat-obatan selama pandemi terjadi.
Faktor ketiga yang mengakibatkan maraknya klaim obat bermunculan untuk penyembuhan COVID-19 berkaitan dengan aspek psikologis konsumen. Masyarakat menjadi takut terinfeksi karena hingga kini belum ada vaksin untuk penyembuhan.
"Akibatnya, banyak masyarakat mencari jalan ke luar sendiri untuk membuat obat dan melakukan pengobatan sendiri," katanya.
Secara undang-undang masyarakat dibolehkan melakukan pengobatan mandiri. Namun, jika produk tersebut dikomersilkan, iklan dan sebagainya maka bisa menjadi persoalan.
Selain itu, tekanan ekonomi yang terjadi akibat adanya pemutusan hubungan kerja dan pengurangan pendapatan mengakibatkan banyak orang mencari alternatif pemasukan lain salah satunya dengan cara klaim obat tersebut.
Terakhir, penyebab maraknya klaim obat COVID-19 ialah lemahnya atau kurang optimalnya penanganan aspek hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran yang telah terjadi.
"Saya kira empat hal ini yang melingkupi mengapa klaim obat COVID-19 itu menjadi marak," ujar dia.
Pada kesempatan itu, YLKI menyarankan pemerintah dalam memecahkan masalah klaim obat COVID-19 tidak bisa hanya dilihat dari aspek mikro tetapi juga makro termasuk dari hulu dan hilirnya. [ANTARA]