Suara.com - Klaim tentang manfaat obat-obatan Covid-19 yang belum teruji klinis marak akhir-akhir ini. Selain meresehkan masyarakat, klaim obat-obatan ini juga berpotensi membahayakan kesehatan.
Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), mengatakan penyebab pertama adalah buruknya manajemen penanganan pandemi yang dilakukan pemerintah.
YLKI menilai sejak akhir Februari hingga saat kini, penanganan politik manajemen terkait pandemi oleh pemerintah masih kurang maksimal.
Kemudian, poin kedua ialah kurangnya literasi kepada masyarakat terkait produk obat-obatan selama pandemi terjadi.
Baca Juga: Datangi Polda, Anji Siap Diperiksa soal Kasus Video Temuan Obat Corona
Faktor ketiga yang mengakibatkan maraknya klaim obat bermunculan untuk penyembuhan COVID-19 berkaitan dengan aspek psikologis konsumen. Masyarakat menjadi takut terinfeksi karena hingga kini belum ada vaksin untuk penyembuhan.
"Akibatnya, banyak masyarakat mencari jalan ke luar sendiri untuk membuat obat dan melakukan pengobatan sendiri," katanya.
Secara undang-undang masyarakat dibolehkan melakukan pengobatan mandiri. Namun, jika produk tersebut dikomersilkan, iklan dan sebagainya maka bisa menjadi persoalan.
Selain itu, tekanan ekonomi yang terjadi akibat adanya pemutusan hubungan kerja dan pengurangan pendapatan mengakibatkan banyak orang mencari alternatif pemasukan lain salah satunya dengan cara klaim obat tersebut.
Terakhir, penyebab maraknya klaim obat COVID-19 ialah lemahnya atau kurang optimalnya penanganan aspek hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran yang telah terjadi.
Baca Juga: Ahli: Obat Arthritis Bisa Turunkan Risiko Komplikasi akibat Diabetes Tipe 1
"Saya kira empat hal ini yang melingkupi mengapa klaim obat COVID-19 itu menjadi marak," ujar dia.