Suara.com - Sebuah penelitian yang dilakukan Baseline pada 2019 kepada remaja, ditemukan fakta bahwa hanya 10 persen remaja yang paham tentang manajemen kesehatan menstruasi.
Penelitian tersebut dilakukan kepada 504 remaja berusia 13 hingga 15 tahun, dengan 500 rumah tangga di Bone, Sulawesi Selatan. Dari penelitian itu ditemukan hanya satu dari 10 anak yang tahu bahwa mereka harus mengganti pembalut saat berada di sekolah.
"Kami menanyakan juga terkait manajemen kebersihan menstruasi, bagaimana anak perempuan yang sudah mengalami mens tentang menganti pembalut di sekolah," Heribertus Rinto Widodo, Program Manager Tulodo Indonesia dalam acara diskusi Proyek BERANI, Kamis (6/8/2020).
Penelitian yang dilakukan sejak Juli hingga Agustus 2019 itu juga menemukan 25 persen orangtua merasa menikahkan anaknya adalah salah satu solusi menyelesaikan masalah keuangan di keluarga.
Baca Juga: Kesulitan Akses Internet, Siswa di Sulawesi Selatan Belajar di Sawah
"Ternyata sekitar satu dari empat orangtua, satu dari empat remaja juga mengatakan memang menikahkan anak bisa menyelesaikan masalah keuangan dalam keluarga," imbuhnya.
Di saat indonesia sudah menerapkan batasan usia menikah baik laki-laki maupun perempuan adalah 19 tahun.
Tapi penelitian yang dilakukan di Kabupaten Bone Sulawesi Selatan menemukan, satu dari empat orangtua menganggap menstruasi jadi tolak ukur anak perempuannya sudah siap menikah.
Bahkan pemikiran ini juga diamini satu dari emoat remaja yang membenarkan hal itu. Kesiapan menikah bagi mereka hanya berdasarkan belum tidaknya menstruasi.
Penelitian ini memang diakukan untuk menangkap pemikiran anak remaja dan orangtua tentang pernikahan di Sulawesi Selatan. Sedangkan Sulsel memang jadi salah satu daerah zona merah tingginya kasus pernikahan usia anak.
Baca Juga: Kantor Dinkes Sulsel Terbakar Hebat, Data Covid-19 Diduga Ikut Hangus
"Sekitar 20 hingga 30 persen responden masih memiliki sikap mendukung perkawinan anak," tutup Heribertus.