Dokter Ungkap Hubungan Pola Asuh Menuntut dan Kecanduan Internet Pada Anak

Kamis, 06 Agustus 2020 | 13:45 WIB
Dokter Ungkap Hubungan Pola Asuh Menuntut dan Kecanduan Internet Pada Anak
Dua orang gamers bertanding game Mobile Legend di Jakarta, Minggu (31/5). [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dokter Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Dr. dr. Kristiana Siste, SP.Kj (K) menyampaikan bahwa anak dan remaja di kawasan Asia lebih mungkin kecanduan internet dibanding dengan anak-anak di negara-negara Eropa.

Hal tersebut, kata Kristiana, bisa dipengaruhi oleh pola asuh orangtua yang berbeda antara orang Asia dan orang-orang di negara Eropa.

"Ada literatur secara kultural kemudian yang menjelaskan, karena beban anak dan remaja secara akademik di negara Asia sangat tinggi. Bagaimana parenting orangtua di negara Asia berbeda dengan di Barat," jelas Kristiana dalam webinar bersama Kemenkes, Rabu (5/8/2020).

Ia memaparkan, orangtua di Asia cenderung lebih mengutamakan nilai akademis anaknya daripada keahlian di bidang lain.

Baca Juga: Aturan Ketat Pangeran William dan Kate Middleton Untuk Ketiga Anaknya

Anak juga terlalu dituntut untuk mendapat nilai sempurna pada pelajaran eksakta atau sains, yang pada akhirnya, membuat beban berlebih pada anak.

"Kalau di negara Barat berbeda, bukan cuma akademik yang diperlihatkan. Tapi anak-anak yang juga lebih di bidang lain juga dihargai. Jadi ada istilah kalau orangtua di Asia sifatnya demanding, dia menjaga, menyediakan kebutuhan tapi demanding-nya tinggi," paparnya.

Akibatnya anak bisa mengalami depresi yang kemudian menyebabkan anak melampiaskan tekanan tersebut lewat bermain internet.

Kristiana juga menyinggung bagaimana orangtua mestinya menerapkan pola asuh autoritari. Artinya, orangtua membuat aturan sekaligus menjelaskan alasan mengapa aturan tersebut dibuat. 

Ia mencontohkan seperti mengajarkan pembuatan konten digital kepada anak. Orangtua perlu menjaskan konten apa saja yang tepat atau tidak tepat untuk anak. Bentuk konten seperti apa yang patut diunggah dan dilihat anak-anak. Juga reaksi terhadap bentuk konten tertentu. 

Baca Juga: Tes Kepribadian: Ikuti Kuis Ini Untuk Tahu Sisi Malaikat dan Iblismu!

"Jadi mengajarkan kepada anak kalau ada konten negatif maka harus bisa mengajarkan anak bereaksi terhadap konten negatif sepeti apa. Kita boleh mengajarkan konten ini negatif maka apa yang harus lakukan," tutupnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI