Suara.com - Obat herbal Hadi Pranoto yang diklaim bisa menyembuhkan Covid-19, sebelumnya memang sudah mendapat izin edar BPOM. Namun, izin edar yang didapat adalah sebagai jamu yang bisa meningkatkan daya tahan tubuh, bukan sebagai obat Covid-19.
"Harusnya dia tidak membuat klaim secara berlebihan bahwa si produknya ini bisa mencegah maupun mengobati Covid-19, karena kan sebenarnya belum diteliti belum diuji klinik ya," ujar Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) dr. Inggrid Tania, MSi dalam diskusi di grup WhataApp, Rabu (6/8/2020).
Menurut dr. Tania, kabar terakhir yang ia dengar, BPOM sudah menarik kembali izin edarnya karena menemukan sejumlah pelanggaran termasuk promosi berlebihan di media sosial maupun media massa.
"Sekarang sudah ditarik kembali oleh Badan POM karena Badan POM menemukan pelanggaran, yang utama pelanggaran di media sosial tentang iklan-iklan yang lainnya yang berlebihan tersebut. Sehingga memang sanksinya ditarik, dicabut izin edarnya," ungkap dr.Tania.
Baca Juga: Dibully, Hadi Pranoto Klaim Obat Corona Miliknya Dipesan Ratu Elizabeth
Pencabutan izin edar obat dengan nama Bio Nuswa ini juga dipastikan langsung oleh Kepala BPOM Penny K Lukito yang mengatakan obat herbal itu sudah dicabut izin edarnya sejak beberapa bulan lalu.
“Sebelum ramai seperti sekarang, BPOM sudah mencabut ijin edar Bio Nuswa yang diklaim sebagai antibodi penangkal Covid-19,” ungkap Penny mengutip wawancaranya dengan salah satu televisi swasta Rabu, 5 Agustus 2020 malam.
Lebih lanjut, perempuan yang sedang menempuh pendidikan sebagai doktor Filsafat Jamu atau Ilmu Kesehatan Tradisional ini berpendapat jika Hadi mengklaim sudah melakukan penelitian, maka ia harus menunjukkan bukti, bukan sekedar testimoni semata.
"Apakah itu benar testimoni yang bisa dipertanggungjawabkan? Apakah memang tidak ada rekayasa? Kemudian juga pembuktian-pembuktian, bahwa apa benar memang sembuh karena produknya? Bisa saja sembuhnya karena orang tersebut juga mengkonsumsi herbal yang lain," imbuhnya.
Apalagi, kata dr. Inggrid, meneliti suatu obat tidaklah mudah, terlebih obat untuk penyakit baru seperti Covid-19, memerlukan izin panjang dari komite etik penelitian dan BPOM. Ditambah pembiayaan untuk meneliti tidaklah sedikit.
Baca Juga: Kasus Video Anji dan Hadi Pranoto, Polisi Panggil Ikatan Dokter Indonesia
"Belum lagi kalau (penelitian) pembiayaannya besar, kita juga bisa bisa minta atau dengan cara mengajukan proposal pembiayaan ke macam-macam ya. Sekarang ini biasanya ke Kementerian Riset dan Teknologi," tutupnya.