Mengapa Banyak Obat Antimalaria Berpontesi Jadi Obat Covid-19?

Rabu, 05 Agustus 2020 | 10:05 WIB
Mengapa Banyak Obat Antimalaria Berpontesi Jadi Obat Covid-19?
Hydroxychloroquine. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Peneliti dan dokter terus bergerak cepat untuk segera menemukan obat yang bisa menolong pasien Covid-19. Meski bukan peruntukkannya, beberapa obat sudah diberikan kepada pasien Covid-19 sebagai terapi pengobatan. 

Seperti obat peradangan dexamethasone dan beberapa obat antimalaria seperti klorokuin dan hidroksiklorokuin.

Belakangan, ditemukan juga potensi obat malaria dari pohon kina yaitu quinine sulfate. Dalam uji in vitro, obat tersebut dianggap berpotensi mengurangi gejala infeksi Covid-19.

Lalu, mengapa obat malaria cenderung berpotensi mengobati Covid-19?

Baca Juga: Update Covid-19 Global: AS Kirim 2 Juta Hidroksiklorokuin ke Brasil

Secara tegas, Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran, Prof. Dr. Keri Lestari, M.Si., Apt mengatakan antara Covid-19 dengan malaria sama sekali tidak memiliki hubungan, ditambah penyebabnya juga sangat berbeda. 

"Nggak ada hubungnnya antara Covid-19 dengan malaria, yang satu plaspodium (parasit), yang satu penyebabnya adalah virus, kalau penyebabnya nggak ada hubungan," ujar Prof. Keri saat dihubungi suara.com, Selasa (4/8/2020).

Bukan jenis penyakitnya yang serupa, namun menurut Prof. Keri, mekanisme kerja obat antimalaria seperti klorokuin dan quinine sulfate bisa digunakan sebagai obat darurat untuk Covid-19, pastinya setelah dilakukan serangkaian pengujian.

Alasan lain penggunaan obat ini juga karena pernah digunakan pada wabah MERS dan SARS beberapa tahun lalu.

Sehingga peneliti dan dokter mengambil hipotesis, karena Covid-19 disebabkan golongan virus yang sama dengan MERS dan SARS, lalu obat yang sama bisa digunakan untuk penyakit yang lain.

Baca Juga: Bukan Hidroksiklorokuin, Obat dari Pohon Kina Lebih Ampuh Covid-19

"Pernah juga ada dokter rumah sakit darurat Wisma Atlet yang menyatakan 3000-an pasien sembuh dengan klorokuin," paparnya.

Peneliti dan praktisi medis juga terus melakukan pengembangan terkait obat maupun vaksin yang bisa digunakan untuk mengatasi pandemi Covid-19.

Tapi untuk merampungkan pengembangan obat dan vaksin waktunya tidak sebentar, mereka juga berkali-kali berjibaku dengan kegagalan.

"Karena masalah kedaruratan, riset obat kan tahunan, sementara itu pasien tidak bisa menunggu harus segera ditolong," tutupnya.

Di sisi lain, pontensi obat quinine sulfate dari bahan herbal pohon kina menurut penelitian disebutkan lebih unggul dibanding klorokuin. 

Selain golongan obat quinine bebas terbatas, bukan obat keras sehingga tidak perlu resep dokter. Quinine juga sudah diproduksi di dalam negeri, dengan bahan bakunya tersedia di perkebunan pohon kina di Jawa Barat.

Sedangkan klorokuin, selain buatan luar negeri dan harus impor, obat tersebut juga masuk kategori obat keras yang memerlukan resep dokter dan hanya digunakan pada pasien Covid-19 dengan gejala sedang hingga berat.

Meski sayangnya, quinine memang sudah mendapatkan izin edar BPOM, tapi untuk bisa digunakan pada Covid-19 maka harus uji in vitro hingga uji klinis. Rencananya Agustus 2020 uji klinis quinine baru akan dimulai.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI