Suara.com - Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menyebut penggunaan klorokuin yang manfaatnya diragukan bisa diganti dengan obat lokal yang berbahan dasar pohon kina. Benarkah?
Guru Besar Fakultas Farmasi Unpad Prof. Dr. Keri Lestari, M.Si., Apt mengatakan pada dasarnya struktur molekul inti dari quinine sulfate serupa dengan hidroksiklorokuin, obat darurat untuk mengobati pasien Covid-19 di Indonesia dengan kondisi sedang hingga serius.
"Di bahan alam itu ada yang mempunya struktur molekul yang struktur intinya serupa dengan hidroksiklorikuin tersebut yaitu kina (quinine sulfate)," ujar Prof. Keri saat dihubungi Suara.com, Selasa (4/8/2020).
Bukan golongan obat keras
Baca Juga: Hidroksiklorokuin: Dipromosikan Donald Trump, Dijauhi Para Ahli Kesehatan
Berbeda dengan hidroksiklorokuin yang tergolong sebagai obat keras dan memerlukan resep dokter. Meski sama-sama digunakan lebih dari 70 tahun sebagai obat antimalaria, quinine sulfate adalah golongan obat yang bebas terbatas dan tidak memerlukan resep dokter untuk membelinya.
"Kina ini kalau dari klasifikasi tersebut menunjukkan kalau dia tidak terlalu diperhatikan penggunaannya, dengan kondisi bebas terbatas tersebut bisa dibeli tanpa resep dokter," papar Prof. Keri.
Sejalan dengan itu, penemuan ini juga diamini peneliti lain dari Jerman. Kata Prof. Keri peneliti tersebut juga menemukan quinine punya potensi yang lebih baik, dari klasifikasi profil obat hingga keamanannya.
Termasuk keunggulan dari sisi efek samping, karena sudah cukup dikenal maka dokter sudah paham betul bagaimana meminimalisir dan menangani efek samping yang timbul.
Termasuk apabila dikonsumsi orang dengan penyakit jantung, maupun Covid-19 pemberian obat harus selalu dipantau perkembangannya.
Baca Juga: Sembuh dari Covid-19, Presiden Brasil Promosikan Hidroksiklorokuin
"Sehingga kita bagaimana kondisi pengobatan pada wanita hamil, efek sampingnya apa. Terhadap pasien yang memiliki penyakit komorbit atau penyakit lain harus hati-hati terhadap mereka yang punya penyakit jantung dan lain-lain," imbuhnya.
"Tetapi selama pasiennya tidak punya komorbid efek sampingnya itu memang lebih aman," sambung Prof. Keri.
Produksi dalam negeri produksi, bahan baku lokal
Beda dengan hidroklorikuin yang menggunakan bahan baku impor dan diproduksi di luar negeri. Tapi obat quinine sulfate, sudah diproduksi di dalam negeri, terlebih bahan bakunya tersedia perkebunan pohon kina di Jawa Barat.
Jadi profesor yang juga pemegang hak cipta Teh Dia itu menganggap penemuan ini bisa sangat membantu penanganan Covid-19 sekaligus menggerakkan ekonomi di dalam negeri. Negara tidak perlu mengeluarkan devisa untuk membeli obat dari luar cukup memanfaatkan bahan baku dan tenaga kerja lokal.
"Untuk semua produk dalam negeri nggak mesti kina, kita dapat mengatasi pandemi sekaligus untuk mengaktivasi ekonomi, agar nanti pengendalian pandemi tidak kontra produktif dengan aktivasi ekonomi," terangnya.
Perempuan yang juga menjabat Ketua Gugus Tugas Covid-19 Ikatan Apoteker Indonesia ini berpendapat, cara ini bisa membuat Indonesia bisa tetap bertahan di saat negara lain memperebutkan hidroklorokuin yang stoknya mulai terbatas. Sedangkan Indonesia memiliki lebih dari 270 juta penduduk yang harus diperhatikan.
Sudah diuji dan jaminan BPOM
Mengingat obat quinine sulfate sudah digunakan lebih dari 70 tahun, legalitas obat antimalaria ini sudah tidak diragukan dan telah mendapat izin edar BPOM. obat ini terjamin secara mutu maupun kinerjanya untuk digunakan.
"Karena obat ini sudah ada izin edarnya, berarti sudah tervalidasi dengan baik, mutunya juga dengan baik, tentu saja harus memperhatikan mutu obat dan keselamatan," jelasnya.
Karena sudah tervalidasi, perempuan yang menjabat sebagai Ketua Dewan Editor Jurnal Farmasi Klinik Indonesia ini menilai tidak perlu lagi menguji jaminan mutu dan keselamatannya.
Hanya saja, karena ini digunakan untuk pasien Covid-19, dan bukan untuk malaria seperti peruntukkannya, tetap harus melalui pengujian.
Segera uji klinis Agustus 2020
Quinine sulfate sudah menyelesaikan tahap uji in vitro yang diterapkan pada sel lain atau kultur sel untuk menguji aktivitasnya terhadap virus SARS CoV 2 penyebab sakit Covid-19.
"Kalau hal-hal yang sifatnya aktivitas dibuktikan dengan uji terhadap in vitro atau in silico atau permodelan di komputer," katanya.
Dorongan lebih diberikan Kemristek atau BRIN untuk segera dilakukan uji klinis obat quinine sulfate atau uji coba langsung di manusia dalam ini pasien Covid-19.
"Kita harus punya persetujuan komite etik, persetujuan dari BPOM. Kita sedang finalisasi persetujuan tersebut, mudah-mudahan Agustus (2020) ini kita sudah bisa mulai," pungkas Prof. Keri menutup perbincangan.