"Tetapi selama pasiennya tidak punya komorbid efek sampingnya itu memang lebih aman," sambung Prof. Keri.
Produksi dalam negeri produksi, bahan baku lokal
Beda dengan hidroklorikuin yang menggunakan bahan baku impor dan diproduksi di luar negeri. Tapi obat quinine sulfate, sudah diproduksi di dalam negeri, terlebih bahan bakunya tersedia perkebunan pohon kina di Jawa Barat.
Jadi profesor yang juga pemegang hak cipta Teh Dia itu menganggap penemuan ini bisa sangat membantu penanganan Covid-19 sekaligus menggerakkan ekonomi di dalam negeri. Negara tidak perlu mengeluarkan devisa untuk membeli obat dari luar cukup memanfaatkan bahan baku dan tenaga kerja lokal.
Baca Juga: Hidroksiklorokuin: Dipromosikan Donald Trump, Dijauhi Para Ahli Kesehatan
"Untuk semua produk dalam negeri nggak mesti kina, kita dapat mengatasi pandemi sekaligus untuk mengaktivasi ekonomi, agar nanti pengendalian pandemi tidak kontra produktif dengan aktivasi ekonomi," terangnya.
Perempuan yang juga menjabat Ketua Gugus Tugas Covid-19 Ikatan Apoteker Indonesia ini berpendapat, cara ini bisa membuat Indonesia bisa tetap bertahan di saat negara lain memperebutkan hidroklorokuin yang stoknya mulai terbatas. Sedangkan Indonesia memiliki lebih dari 270 juta penduduk yang harus diperhatikan.
Sudah diuji dan jaminan BPOM
Mengingat obat quinine sulfate sudah digunakan lebih dari 70 tahun, legalitas obat antimalaria ini sudah tidak diragukan dan telah mendapat izin edar BPOM. obat ini terjamin secara mutu maupun kinerjanya untuk digunakan.
"Karena obat ini sudah ada izin edarnya, berarti sudah tervalidasi dengan baik, mutunya juga dengan baik, tentu saja harus memperhatikan mutu obat dan keselamatan," jelasnya.
Baca Juga: Sembuh dari Covid-19, Presiden Brasil Promosikan Hidroksiklorokuin
Karena sudah tervalidasi, perempuan yang menjabat sebagai Ketua Dewan Editor Jurnal Farmasi Klinik Indonesia ini menilai tidak perlu lagi menguji jaminan mutu dan keselamatannya.