Suara.com - Di tengah pandemi virus corona, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengkhawatirkan peningkatkan kasus malaria secara global tahun ini.
Pada April lalu mereka telah memperingatkan bahwa kematian akibat malaria dapet meningkat dua kali lipat tahun ini karena virus corona, yang telah mengganggu pencegahan dan pengobatan malaria.
Terlebih obat antimalaria seperti klorokuin serta hidroksiklorokuin justru dijadikan obat eksperimental untuk mengatasi Covid-19.
Untungnya, penyakit ini sepenuhnya dapat dicegah dan diobati.
Baca Juga: Gara-gara Obat Nyamuk, Rumah di Cipinang Melayu Terbakar Hingga Hangus
Dalam penelitian terobosan, para ilmuwan di National Institute of Health (NIH) telah menemukan target baru untuk perawatan anti-malaria.
Dilansir The Health Site, penelitian yang bekerja sama dengan lembaga lain ini dirancang untuk memahami mekanisme infeksi parasit malaria.
Para peneliti telah menemukan satu kelompok saluran atau lubang yang memungkinkan pengangkutan lipid (molekul seperti lemak) dan parasit plasmodium falciparum (penyebab jenis malaria paling berbahaya) di antara sel darah merah.
Parasit menarik lipid dari sel darah merah untuk bertahan hidup dan tumbuh di dalam tubuh inang.
Penemuan studi ini memungkinkan perawatan yang dapat menghalangi aliran nutrisi untk membuat parasit itu kelaparan.
Baca Juga: Wajib Tahu, Ini jenis Golongan Darah yang Paling Disukai Nyamuk
Mencegah Penularan Malaria
Selagi peneliti mencari perawatan tersebut, kita sendiri dapat mencegah penularannya. WHO merekomendasikan dua bentuk pengendalian vektor, yaitu kelambu berinsektisida dan penyemprotan rumah atau Indoor Residual Spraying (IRS).
WHO juga merekomendasikan penggunaan obat-obatan antimalaria. Untuk pelancong, organisasi kesehatan di bawah PBB itu menyarankan chemoprophylaxis, yang menekan tahap infeksi malaria, sehingga malaria dapat dicegah.
Untuk wanita hamil yang tinggal di daerah penularan sedang hingga tinggi, pengobatan pencegahan dengan sulfadoksin dan pirimetamin yang dianjurkan pada setiap kunjungan antenatal yang dijadwalkan setelah trimester pertama.
Hal ini juga berlaku untuk bayi yang tinggal di daerah transmisi tinggi, WHO merekomendasikan 3 dosis pengobatan pencegahan dengan sulfadoksin dan pirimetamin, yang harus diberikan bersamaan dengan vaksinasi rutin.