Studi: Tertawa Buat Orang Siap Hadapi Stres

Yasinta Rahmawati Suara.Com
Senin, 03 Agustus 2020 | 08:30 WIB
Studi: Tertawa Buat Orang Siap Hadapi Stres
Ilustrasi satu pasangan yang sedang tertawa bersama (Shutterstock).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Saat gembira atau mendengar lelucon yang dirasa lucu, tertawa menjadi respon yang muncul secara alami. Meski terdengar sepele, namun tertawa ditemukan dapat membuat seseorang mampu mengatasi stres.

Dilansir dari Science Daily, orang-orang yang sering tertawa dalam kehidupan sehari-hari mungkin lebih siap untuk menghadapi peristiwa-peristiwa yang membuat stres.

Peneliti dari Divisi Psikologi Klinis dan Epidemiologi dari Departemen Psikologi di Universitas Basel baru-baru ini melakukan studi tentang hubungan antara peristiwa stres dan tawa dalam kehidupan sehari-hari.

Temuan yang dilaporkan di jurnal PLOS ONE ini memakai metode studi longitudinal intensif. Mereka menggunakan sinyal akustik dari aplikasi ponsel yang mendorong peserta untuk menjawab pertanyaan delapan kali sehari dengan interval tidak teratur selama 14 hari.

Baca Juga: Anak Harus Dapatkan Coping Stress, Apa Maksudnya?

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terkait dengan frekuensi, intensitas tawa, dan alasan untuk tertawa, serta peristiwa stres atau gejala stres yang dialami.

Ilustrasi tertawa. (Shutterstock)
Ilustrasi tertawa. (Shutterstock)

Dengan menggunakan metode ini, para peneliti yang bekerja dengan penulis utama, Dr Thea Zander-Schellenberg dan Dr Isabella Collins, mampu mempelajari hubungan antara tawa, peristiwa stres, dan gejala stres fisik dan psikologis ("Saya sakit kepala" atau " Saya merasa gelisah ") sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.

Analisis yang baru diterbitkan didasarkan pada data dari 41 siswa psikologi. Sebanyak 33 di antaranya adalah perempuan, dengan usia rata-rata di bawah 22.

Hasil pertama dari penelitian observasional ini ditemukan bahwa pada fase di mana subjek sering tertawa, peristiwa stres dikaitkan dengan gejala stres subjektif yang lebih kecil.

Namun, temuan kedua justru tidak terduga. Ketika melihat ke interaksi antara peristiwa stres dan intensitas tawa (kuat, sedang atau lemah), tidak ada korelasi statistik dengan gejala stres. "Ini bisa jadi karena orang (peserta) lebih baik dalam memperkirakan atau mengingat frekuensi tawa mereka daripada intensitasnya, selama beberapa jam terakhir," kata tim peneliti.

Baca Juga: Cegah Stres di Rumah, Ibu Perlu Sisihkan Waktu Untuk Diri Sendiri

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI