Suara.com - Jagat media sosial dibuat heboh dengan pengakuan seorang warganet yang menjadi korban pelecehan seksual oleh seorang pelaku yang diduga mengidap fetish kain jarik.
Setelah ditelusuri, korban predator 'fetish kain jarik' ini ternyata cukup banyak. Khususnya para mahasiswa baru yang menjadi korban dengan dalih riset atau penelitian.
Tapi menurut Spesialis Kedokteran Jiwa dr. Andri, Sp.KJ, FAPM, tidak semua fetish dapat menganggu.
Misalnya saja suami yang bisa melampiaskan kepuasan seksualnya melalui celana dalam istri, tapi hanya terbatas pada milik istrinya saja bukan milik orang lain.
Baca Juga: Gilang, Fetish Kain Jarik dan Pelecehan Seksual
"Misalnya seorang suami yang membawa pakaian dalam istrinya saatnya bepergian jauh ya karena dia nggak bisa melakukan hubungan seksual dengan istrinya," jelas dr. Andri dikutip Suara.com melalui kanal Youtube Andri Psikosomatik, Jumat (31/7/2020).
Melalui celana dalam istrinya itu, suami lantas bisa mendapatkan kepuasan seksual dengan melakukan masturbasi, bisa dibantu dengan melakukan video call dengan istrinya.
Umumnya pasangan tidak merasa terganggu dengan perilaku suami seperti itu.
Dan meski hasrat fantasi seks terbatas hanya pada benda milik pasangan dan tidak menganggu aspek sosial lainnya, tetap saja hal tersebut masuk kategori fetish.
"Apakah itu merupakan perilaku fetish? Iya. Tapi apakah ini merupakan merupakan suatu gangguan fetish? Tidak, karena sebenarnya tidak mengganggu kehidupan pribadi sosial dari orang tersebut," paparnya.
Baca Juga: Kasus Fetish Dilaporkan Sejak 2018, Gilang Cuma Unggah Pengakuan Salah
Kategori fetish yang menganggu bisa menimbulkan keresehan di masyarakat, menganggu pola hidupnya baik saat bekerja atau saat menjalin hubungan dengan orang lain.