Menristek Ungkap Sebab Indonesia Kesulitan Produksi Ventilator

Kamis, 30 Juli 2020 | 17:17 WIB
Menristek Ungkap Sebab Indonesia Kesulitan Produksi Ventilator
Ilustrasi alat ventilator buatan dalam negeri.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ventilator menjadi salah satu alat bantu kesehatan yang dibutuhkan bagi pasien virus corona atau Covid-19. Selain mendapatkan bantuan dari beberapa pihak, pemerintah juga berupaya untuk memproduksi alat bantu pernapasan tersebut.

Namun, meski memiliki kemampuan yang mumpuni, Indonesia masih kesulitan mendapatkan bahan baku. Menteri Riset dan Teknologi Indonesia (Menristek) sekaligus Kepala Badan Riset Inovasi Nasional Indonesia Prof. Bambang Brodjonegoro,  menceritakan sulitnya membuat ventilator yang dibutuhkan pasien Covid-19 bergejala berat.

Ilustrasi pasien menggunakan alat bantu pernapasan. (Shutterstock)
Ilustrasi pasien menggunakan alat bantu pernapasan. (Shutterstock)

Hasil diskusi Prof. Bambang dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mendapati Indonesia sangat bisa membuat ventilator asli buatan dalam negeri. Tapi tidak semua bahan tersedia di Indonesia, dan lagi-lagi harus impor.

"BPPT melaporkan ke saya, bahwa secara konsep ventilator itu sangat mungkin dibikin, cuma kadang-kadang yang susah adalah plastiknya, ada komponen-komponen tertentu yang belum bisa dibuat di Indonesia, sehingga mereka harus juga bergantung pada impor," ujar Prof. Bambang dalam diskusi daring bersama FKUI, Kamis (30/7/2020).

Baca Juga: Australia Bantu Indonesia 100 Ventilator untuk Penanganan Covid-19

Bambang mengatakan, pembuat alkes bukan sekadar keberhasilan, tapi juga terkait kualitas. Meski begitu kata dia, perkembangan dan peningkatan pembuatan alkes dalam negeri cenderung lebih bergeliat dibanding obat.

"Di alkes kita memang cukup tinggi, karena kita mulai pelan-pelan membangun alat kesehatan. Namun yang paling berat adalah untuk alkes yang nilainya relatif besar atau memang canggih ini masih didominasi oleh impor," paparnya.

Dominasi bahan baku impor alkes masih sebesar 90 persen. Sedangkan pada obat bahan baku kimia impor masih lebih tinggi, yakni mendominasi 95 persen.

Meski begitu patut disyukuri perusahaan farmasi lokal sudah mendominasi yaitu sebanyak 72 persen.

"Sebenarnya industri Farmasi itu lokal yang mendominasi 72 persen, namun yang menjadi bahan dari industri tersebut yaitu bahan baku obat terutama bahan baku yang kimia itu 95 persen berasal dari impor," tutup Prof. Bambang.

Baca Juga: Melahirkan saat Pakai Ventilator, Ibu Ini Meninggal Dunia

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI