Tanoto Foundation: 30 Persen Penyebab Stunting adalah Perilaku Masyarakat

Risna Halidi Suara.Com
Kamis, 30 Juli 2020 | 17:00 WIB
Tanoto Foundation: 30 Persen Penyebab Stunting adalah Perilaku Masyarakat
Malnutrisi, mi instan (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, angka stunting di Indonesia mulai turun dari 37 persen pada 2013 menjadi 30,8 persen pada 2018.

Hasil ini tentu saja sejalan dengan SSGBI (Survei Status Gizi Balita Indonesia) 2019, yang menemukan angka stunting sebesar 27,7 persen.

Meski angka stunting mulai turun, namun itu tetap berarti bahwa 3 dari 10 balita Indonesia masih menderita stunting.

Melalui buku yang diterbitkan oleh World Bank, Aiming High: Indonesia’s Ambitions to Reduce Stunting memaparkan, bila Indonesia tidak melakukan apa-apa hingga tahun 2022, Indonesia masih akan berkutat dengan angka stunting di kisaran 28 persen.

Baca Juga: Pandemi Covid-19, Kasus Stunting di Kabupaten Dharmasraya Meningkat

Namun dengan strategi yang baik, angka stunting bisa ditekan hingga di bawah 22 persen pada 2022.

Karena itu, perlu upaya keras agar target pemerintah menurunkan angka stunting di bawah 20% pada 2024 bisa tercapai.

Salah satu upaya krusial yang dibutuhkan yakni komunikasi perubahan perilaku. Ini juga yang menjadi topik diskusi daring bersama Tanoto Foundation hari ini, Rabu (29/7/2020) kemarin.

Senior Technical and Liasion Adviser Early Childhood Education and Development Tanoto Foundation,
Widodo Suhartoyo mengungkapkan, 70 persen penyebab stunting disebabkan oleh hal-hal di luar kesehatan dan gizi.

Termasuk di antaranya sanitasi, lingkungan, perilaku. Namun secara spesifik, 30 persen permasalahan stunting disebabkan oleh perilaku yang salah.

Baca Juga: Hari Anak Nasional, 28 dari 100 Bocah di Indonesia Masih Alami Stunting

"Karenanya, perubahan perilaku menjadi hal yang sangat penting dalam upaya pencegahan stunting," ujarnya.

Ia memaparkan, perilaku masyarakat yang bisa memicu terjadinya stunting misalnya adalah perilaku yang kurang baik dalam pola hidup, pola makan, dan pola pengasuhan anak.

"Orangtua yang pendek tidak otomatis akan memiliki anak pendek. Anak bisa menjadi pendek karena orang tua menerapkan pola asuh dan pola makan seperti yang diterimanya dulu. Lingkaran ini harus diputus," tegasnya.

Tanoto Foundation sebagai lembaga filantropi independen yang bergerak di bidang pendidikan, kata Widodo, memiliki misi agar semua anak mampu mencapai potensi belajar yang maksimal sesuai tahap perkembangannya, dan siap sekolah.

Ini meliputi pengurangan stunting, peningkatan kualitas pengasuhan anak usia 0-3 tahun, serta peningkatan akses dan kualitas layanan pengembangan anak usia dini.

Semua pelayanan ini disalurkan melalui lingkungan belajar di rumah, pusat layanan anak usia dini (misalnya Posyandu dan PAUD), serta komunitas desa dan pemerintah desa.

Tanoto Foundation memiliki program intervensi stunting di Riau (Rokan Hulu), Sumatera Barat (Pasaman dan Pasaman Barat), Banten (Pandeglang), Jawa Barat (Garut), Kalimantan Selatan (Hulu Sungai Utara), Kalimantan Timur (Kutai Kartanegara), NTB (Lompok Utara dan Lombok Barat), NTT (Alor, Simot Tengah Selatan), Sulawesi Barat (Majene), dan Maluku (Seram Barat).

Hanya saja, tidak semua wilayah menerima program yang sama.

Misalnya di enam wilayah yaitu Pasaman Barat, Garut, Hulu Sungai Utara, Majene, Seram Barat, dan Alor, Tanoto Foundation menggandeng Alive&Thrive untuk melakukan studi dan membuat semacam prototipe untuk melakukan perubahan perilaku di area-area tersebut.

"Misalnya di Hulu sungai Utara, daerah yang sangat kaya akan ikan. Namun anak-anak di sana tidak banyak makan ikan, ikan lebih banyak dijual keluar. Setelah diteliti, ikan biasanya hanya dibakar atau digoreng. Maka salah satu rekomendasinya, membuat resep masakan ikan sehingga anak-anak tidak bosan makan ikan," papar Widodo.

Semebtara kerjasama dengan SMERU di Kutai Kartanegara dan Pandeglang melakukan semacam nutrition mapping.

Dengan cara ini, angka stunting bisa diketahui sampai tingkat kecamatan sehingga bisa dilakukan intervensi yang tepat sasaran.

Adapun Program SIGAP (Siapkan Generasi Anak Berprestasi) akan diimplementasikan di Pandeglang dan Kutai Kartanegara.

Dalam menjalankan program terkait pengentasan stunting, Tanoto Foundation bekerja sama dengan Yayasan Smeru dan Yayasan Cipta, untuk bekerja sama dengan perangkat pemerintahan.

Antara lain TNP2K, Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementrian Desa, dan Kementrian Dalam Negeri.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI