Suara.com - Ada beberapa perilaku yang dapat menyebabkan seorang ibu hamil melahirkan anak stunting.
Hal tersebut dipaparkan pakar dan ahli nutrisi, Dr. Rita Ramayulis, DCN, M.Kes dalam acara diskusi daring bersama Tanoto Foundation terkait stunting beberapa waktu lalu.
"Stunting adalah kondisi yang terjadi akibat kekurangan gizi kronis secara akumulatif. Bukanlah kasus akut, melainkan keadaan yang terjadi sedikit demi sedikit, secara akumulatif," kata Rita.
Stunting, kata Rita, adalah gagal tumbuh dan gagal kembang. Anak pendek belum tentu stunting, tapi dapat menjadi salah satu indikator stunting.
Baca Juga: Hari Anak Nasional, 28 dari 100 Bocah di Indonesia Masih Alami Stunting
"Stunting bukan melulu soal tinggi badan yang tidak tercapai. Lebih jauh lagi, kondisi ini akan menentukan kualitas-kualitas anak di kemudian hari," lanjut Rita.
Lalu, perilaku apa saja yang bisa membuat ibu berisiko melahirkan anak stunting? Berikut paparan Dr. Rita Ramayulis, DCN, M.Kes.
Pertama, ibu hamil tidak memahami stunting dan tidak meyakini bahwa stunting bisa terjadi ketika hamil.
Dengan begitu ibu dan orang sekitar ibu tidak melakukan pengaturan gizi. Pada akhirnya, ibu dan keluarga tidak melakukan upaya pencegahan stunting.
Ia memaparkan, stunting berkembang selama 1000 hari pertama kehidupan (HPK).
Baca Juga: Program Cegah Stunting Berbasis Keluarga di Wonosobo, Seperti Apa?
Kondisi pada ibu hamil akan ikut memengaruhi kondisi ibu saat melahirkan nanti, yang akan memengaruhi kondisi bayi usia 0-6 bulan, 7-11 bulan, lalu 12-24 bulan.
"Perjalanan inilah yang terjadinya stunting. Kita tidak boleh absen memerhatikan gizi dalam lima kelompok tadi," ujarnya.
Kedua, adanya persepsi bahwa ketika hamil, ibu akan makan untuk dua orang yaitu ibu dan anak, tapi hanya menambah asupan karbohidrat bukan lauk dan sayuran.
"Sebagian lain menganggap bahwa makan saat hamil diperuntukkan bagi dua orang. Akibatnya, hanya porsi nasi yang ditambah, agar kenyang," tambah Rita.
Ketiga, kecenderungan ibu hamil menghindari makanan tertentu karena beberapa alasan seperti pantangan atau takut keguguran. Misalnya menghindari mengonsumsi nanas, pepaya, daging merah hingga kacang-kacangan.
"Belum lagi mitos untuk menghindari daging merah, makanan laut, dan kacang-kacangan, yang akhirnya membuat ibu hamil kekurangan protein,” paparnya.
Keempat, banyak ibu yang tidak mendapat akses atau sengaja tidak mengonsumsi obat penambah darah sesuai anjuran.
Kelima, anak tidak diberi kesempatan inisiasi menyusui dini atau IMD. Ada pula yang melakukan tapi caranya salah. Bayi hanya diletakkan di area puting susu ibu, dan dianggap selesai.
"Padahal yang kita inginkan, bayi bergerak sendiri dari perut ibu untuk mencari puting susu ibu," terang Rita.
Keenam, ambatan lain adalah adanya persepsi bahwa ibu melahirkan pasti dalam kondisi kelelahan sehingga bayi dan ibu pisah kamar agar ibu bisa beristirahat.