Ajeng menyarankan, berbicara dengan anak dengan tipe korelis sebaiknya tidak perlu bertele-tele. Sebab hal tersebut justru membuat anak jengah.
"Kasih tahu aja langsung. Gak perlu mikir, langsung aja yang praktis, jangan dengan kalimat panjang. Tapi kita perlu mengajarkan gimana supaya anak bisa memiliki empati, fleksibel sebagai lawan bicara juga mendengarkan lawan bicara," ucapnya.
Ada juga tipe melankolis. Ajeng memaparkan bahwa anak cenderung teliti, logis, dan senang sedang permainan data. Sehingga wajar saja jika anak dengan tipe melankolis cenderung akan lama saat mengerjakan sesuatu.
"Tentunya melankolis perlu belajar bagaimana menjelaskan inti permasalahan. Inti yang membuat melankolis mengerjakan sesuatu jadi lama karena detil. Harus diasah untuk bagaimana mengemukakan pendapat," kata Ajeng.
Baca Juga: TikTok Mulai Merebak, Awasi Anak-Anak dari Penggunaannya Moms!
Terakhir plegmatis. Ajeng menyampaikan,anak plegmatis memiliki sikap yang tenang, konsisten, tidak suka keributan, tapi acuh tak acuh dengan sekitarnya. Sehingga seringnya menghindari konflik agar ketenangannya tak terganggu.
"Kalau ada suatu kejadian di sekolah, dia tipe anak yang jadi penengah. Tapi tentu perlu mengajarkan berani bicara dan jangan takut salah," ujar Ajeng.
Menururnya, empat kepribadian itu tidak bersifat mutlak. Apalagi untuk anak-anak yang dalam masa pertumbuhan, kemungkinan perubahan karakter masih akan mungkin terjadi.
Setiap orang juga bisa saja memiliki campuran tipe kepribadian.
Baca Juga: Tes Kepribadian MBTI Dinilai Kurang Valid, Psikolog Sebut Ada Manfaatnya