Suara.com - Pandemi virus corona memengaruhi segala aspek, termasuk kesehatan mental. Dari masalah ini, peneliti berusaha memahami faktor risiko apa, selain pandemi, yang dapat memengaruhi kesehatan mental dan tingkat bunuh diri di AS.
Dilansir Medical News Today, bunuh diri berawal dari ide bunuh diri, yang terdiri dari pemikiran, rencana, dan upaya bunuh diri.
"Ketakutan akan pandemi Covid-19 terjerat dengan beban tambahan dengan meningkatnya pengangguran, terbatasnya persediaan produk rumah tangga, dan akses terbatas ke layanan sosial dan terkait kesehatan," kata peneliti, yang menerbitkan studi ini di Suicide and Life-Threatening Behavior.
Peneliti mengambil data kuesioner dari 10.368 orang dewasa di AS. Selama survei 20 menit, peneliti mengumpulkan informasi tentang ketakutan dan kecemasan peserta tentang Covid-19, sikap dan persepsi tentang virus corona, keamanan kesehatan fisik dan mental, serta pangan.
Baca Juga: Virus Corona Bisa Sebabkan Perubahan Kondisi Mental, Bagaimana Bisa?
Mereka juga mengumpulkan informasi tentang ras, jenis kelamin, dan situasi rumah responden, misalnya, apakah mereka tinggal dengan anak-anaknya.
Para peneliti memasukkan Suicide Behavior Questionnaire (SBQ-R) dalam pertanyaan, yang menilai empat elemen bunuh diri:
- Ide dan upaya bunuh diri selama hidupnya
- Frekuensi ide bunuh diri selama 12 bulan terakhir
- Ancaman perilaku bunuh diri
- Melaporkan kemungkinan perilaku bunuh diri
Secara keseluruhan, skor rata-rata pada SBQ-R adalah 4, kategori risiko rendah, sebanyak 10% mendapat skor 5-7, yang artinya berisiko sedang, dan 15% memiliki skor lebih dari 7, yang menunjukkan risiko tinggi.
Para penulis membandingkan setiap kelompok untuk memahami bagian populasi mana yang lebih mungkin masuk dalam kategori risiko lebih tinggi.
Baca Juga: Studi: Orang Gemuk Lebih Rentan Alami Ganguan Kesehatan Mental Saat Pandemi
Mereka menemukan, orang kulit hitam, penduduk asli Amerika, dan orang Hispanik lebih mungkin memiliki skor di atas 7 dalam SBQ-R daripada orang kulit putih.
Demikian pula, orang yang lahir di luar AS, lebih cenderung memiliki skor di atas 7 daripada mereka yang lahir di negara itu.
Peneliti pun mencatat hubungan yang signifikan antara ketahanan pangan dan bunuh diri.
"Orang-orang yang melaporkan kerawanan pangan tingkat menengah atau tinggi empat kali lebih mungkin memiliki skor SBQ-R tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami atau kerawanan pangan rendah," tulis mereka.
Para penulis mengakui penelitian mereka memiliki keterbatasan. Contohnya, mereka hanya memberikan gambaran kecil dari sebagian kecil kesehatan mental populasi pada suatu waktu.
Juga, karena penelitian ini adalah cross-sectional, ini tidak dapat membuktikan sebab dan akibat. Tanpa mengetahui skor rata-rata SBQ-R sebelum pandemi, tidak mungkin untuk membuktikan apakah Covid-19 berdampak pada tingkat bunuh diri.
Terlepas dari keterbatasan penelitian, temuan ini mengingatkan kita bahwa masa-masa sulit berdampak lebih parah pada beberapa orang daripada yang lainnya.