Progres 20-30 persen bersifat krusial karena merupakan pondasi dari pengembangan vaksin protein rekombinan.
Eijkman menargetkan bibit vaksin potensial didapat pada 2021 atau dalam waktu kurang lebih 12 bulan sejak pertengahan Maret 2020.
"Insya Allah Eijkman bisa menyelesaikan tugas Eijkman dalam waktu kurang dari 12 bulan, setelah itu akan diteruskan oleh industri," ujarnya.
Eijkman terus melakukan pengurutan genom virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 untuk mengidentifikasi virus yang bersirkulasi di Indonesia, karena vaksin Merah Putih yang dikembangkan akan spesifik berdasarkan informasi virus yang ada di Indonesia.
Baca Juga: Terdepan Pembuatan Vaksin Covid-19, Saham Dua Perusahaan Ini Meroket
Protein rekombinan itu akan diujikan pada hewan dengan cara disuntikkan pada hewan berukuran kecil dan hewan berukuran besar. Dari proses itu, akan dilihat apakah protein rekombinan itu bisa merangsang respons imun tubuh.
Jika hasilnya sudah bagus, maka Eijkman akan menyerahkan bibit vaksin itu kepada industri untuk dilakukan pengembangan lebih lanjut.
"Eijkman sampai laboratorium scale. Artinya, kita hanya menghasilkan bibit vaksin saja. Proses selanjutnya diteruskan oleh industri," ujarnya.
Eijkman menganggap saat ini vaksin protein rekombinan paling aman dan dapat diandalkan karena bukan bersifat virus yang dilemahkan atau dimatikan.
Amin menuturkan, pada vaksin dengan virus yang dilemahkan atau dimatikan, maka harus melakukan pembiakan virus dalam jumlah besar, dan itu dinilai mengandung risiko yang cukup tinggi, seperti risiko kontaminasi dan kebocoran karena virus hidup harus dikembangbiakkan dulu baru kemudian dimatikan atau dilemahkan.
Baca Juga: Trump Ingin Jadi Orang Pertama yang Dapat Vaksin Corona, Ini Alasannya
Sementara vaksin DNA/RNA memiliki kelemahan karena membutuhkan sistem pengantaran. Artinya DNA/RNA harus dipastikan bisa masuk ke dalam sel, sehingga sel menghasilkan protein antigen, yang kemudian merangsang sistem kekebalan tubuh adaptif untuk menghasilkan antibodi terhadap patogen.