Hari Anak Nasional 2020: Predator Pedofil Masih Ada!

Risna Halidi Suara.Com
Kamis, 23 Juli 2020 | 15:16 WIB
Hari Anak Nasional 2020: Predator Pedofil Masih Ada!
Ilustrasi kekerasan seksual, pelecehan seksual - (Suara.com/Ema Rohimah)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Hari Anak Nasional tahun ini terpaksa diperingati dengan cara yang berbeda akibat wabah virus corona penyebab sakit Covid-19. Bukan hanya itu, beberapa kasus kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak juga masih menjadi ancaman bagi tumbuh kembang anak-anak Indonesia.

Hal tersebut juga yang disampaikan oleh anggota DPD RI sekaligus pemerhati anak, Fahira Idris.

Kata Fahira, berbagai kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir ini menunjukkan predator pedofil masih menjadi ancaman nyata keselamatan anak Indonesia.

Salah satunya kasus predator anak WN Amerika, Russ Albert Medlin yang menjadi buronan FBI dan WNA asal Perancis, FAC alias Frans (65) yang memangsa 305 anak Indonesia.

Baca Juga: Hari Anak Nasional, Mari Rayakan dengan 5 Kegiatan Menyenangkan Ini

Kata Fahira, kejadian tersebut menjadi peringatan bagi semua pemangku kepentingan perlindungan anak bahwa para predator anak baik internasional maupun lokal masih menjadikan anak-anak Indonesia sebagai korban kejahatan seksual.

"Perlu ada peringatan keras atau notice baik yang digaungkan di dalam negeri maupun yang digaungkan ke dunia, bahwa hukum di Indonesia tidak main-main terhadap pelaku kekerasan terhadap anak terutama para predator pedofil. Hukum Indonesia sudah menyatakan kekerasan terhadap anak adalah kejahatan luar biasa dan hukuman mati menanti bagi para predator anak. Indonesia juga punya hukuman tambahan kebiri kimia bagi predator pedofil anak di mana dalam beberapa kasus sudah diterapkan oleh hakim," ujar Fahira Idris di Jakarta (23/7/2020).

Kata Fahiran, pemahaman masyarakat bahwa kekerasan terhadap anak adalah kejahatan luar biasa masih rendah. Padahal sudah ada Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Dikatakan, kekerasan seksual terhadap anak masuk dalam kategori kejahatan luar biasa setara dengan kejahatan narkoba, terorisme, dan korupsi yang bisa dihukum mati.

Persoalan lain terkait kekerasan terhadap anak adalah masih belum mantapnya pelayanan rehabilitasi anak korban kekerasan mulai pembinaan, pendampingan, dan pemulihan mulai dari konseling, terapi psikologis, advokasi sosial, peningkatan kemampuan dan kemauan, termasuk penyediaan akses pelayanan kesehatan.

Fahira mengatakan bahwa performa pelayanan rehabilitasi anak korban kekerasan ini belum merata secara kualitas di seluruh daerah di Indonesia.

Baca Juga: Rayakan Hari Anak Nasional 2020, LPKA Blitar Buat Lomba Meriah Bagi ABH

Padahal kekerasan terhadap anak terutama seksual apalagi dalam jumlah yang masif harus ditangani secara serius terutama dari sisi pemulihan trauma psikis agar tidak menimbulkan dampak sosial yang luas di masyarakat dan ini menjadi sepenuhnya menjadi tugas negara.

Ia pun berharap di periode kedua Pemerintahan Presiden Jokowi, presiden akan meninggalkan aturan perlindungan anak, salah satunya dengan membuat blueprint atau cetak biru perlindungan anak Indonesia yang komprehensif.

"Blueprint ini penting, selain sebagai strategi menihilkan kasus kekerasan terhadap anak juga menjadi panduan bagi para pemangku kepentingan anak untuk berkolaborasi menciptakan Indonesia yang ramah anak sehingga melahirkan generasi emas menuju Indonesia menjadi negara maju di masa mendatang," pungkas senator Jakarta tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI