Peneliti: Anak Indonesia dalam Kemiskinan Terancam Tetap Miskin saat Dewasa

Kamis, 23 Juli 2020 | 14:58 WIB
Peneliti: Anak Indonesia dalam Kemiskinan Terancam Tetap Miskin saat Dewasa
Ilustrasi anak-anak
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Merayakan Hari Anak Nasional yang jatuh pada 23 Juli 2020 ini bisa menjadi refleksi nasib anak di Indonesia. Sebuah penelitian dari SMERU Research Institute tahun 2019 sempat menyatakan, betapa langkanya anak dari keluarga miskin untuk sukses. 

Sayangnya, menurut Badan Pusat Statisti (BPS), data per September 2019 penduduk miskin di Indonesia masih mencapai 24,79 juta orang. Dengan penelitian SMERU dan data kemiskinan, maka angka anak-anak yang akan kesulitan keluar dari garis kemiskinan juga masih cukup tinggi. 

Melalui The Conversation, Rendy A. Diningrat, seorang penliti SMERU Research Institute mencoba menjelaskan, mengapa anak-anak miskin di Indonesia bisa tetap mewarisi kemiskinan keluarganya di masa depan. 

Pada penelitian berbeda yang ia lakukan pada tahun 2015 menjadi salah satu penjelasan. 

Baca Juga: Begini Cara Ajarkan Konsep Uang Kepada Anak Menurut Perencana Keuangan

"Penelitian kami tahun 2015 dilakukan di dua kelurahan yang berbeda di Jakarta, Makassar,dan Surakarta," catat Rendy A. Diningrat pada The Conversation.

"Riset ini melibatkan setidaknya 250 anak laki-laki dan perempuan dari keluarga miskin yang berusia 6-17 tahun di ketiga kota tersebut," tambahnya. 

Pada penelitiannya, ia ingin meneliti perspektif anak-anak secara langsung tentang kemiskinan. Hasilnya, anak-anak mampu mendiskripsikan kompleksitas kemiskinan yang mereka alami. 

Ilustrasi anak-anak bermain. (Foto: shutterstock)
Ilustrasi anak-anak bermain. (Foto: shutterstock)

Menurut Diningrat, anak-anak telah menyadari kemiskinan yang mereka alami ketika bercerita tentang kondisi rumah, lingkungan, hingga fasilitas. 

"Dengan kata lain, perbedaan kesejahteraan orangtua menyebabkan kondisi ekonomi anak-anak mereka tidak berada pada garis awal yang sejajar (dengan anak yang tidak miskin)," catat Diningrat. 

Baca Juga: Hari Anak Nasional, 28 dari 100 Bocah di Indonesia Masih Alami Stunting

Artinya, anak-anak ini merasa memiliki garis start yang berbeda dari anak-anak dari keluraga berasa. 

Pada penelitiannya, Diningat menyatakan bahwa anak-anak dari orangtua yang memiliki aset atau sumber daya akan mendapat peluang peningkatan kesejahteraan dan kesuksesan di masa depan. 

Menurutnya, anak-anak yang lahir dari keluarga berada berpeluang medapatkan berbagai fasilitas pendidikan non formal. Pendidikan jenis ini biasanya mendukung keterampilan dan capaian pendidikan formal. 

"Akses pada pendidikan yang tidak seimbang ini menjelaskan mengapa anak miskin sulit keluar dari jerat kemiskinan.

Contoh terdekat adalah ketika anak-anak dari keluarga miskin tidak memiliki akses internet untuk sekolah daring selama pandemi. Belum lagi perbedaan pola asuh pada keluarga miskin dan keluarga berkecukupan. 

"Anak-anak dari keluarga miskin mengaku bahwa orangtua mereka cenderung mudah marah dan memberi hukuman saat tahu anaknya menghadapi masalah," catat Diningrat.

Mereka hanya mendapat kemarahan tanpa tahu bagaimana cara memecahkan masalah. 

"Pola pengasuhan tentu sangat berkaitan dengan tingkat pendidikan orangtua. Kita tahu, bahwa sekitar 63 persen penduduk miskin di Indonesia hanya memperoleh pendidikan setara sekolah dasar atau tidak bersekolah sama sekali," tambahnya. 

ilustrasi gizi buruk [shutterstock]
ilustrasi gizi buruk [shutterstock]

Tak hanya itu, kemiskinan juga dekat dengan gizi buruk yang pada gilirannya akan berpengaruh pada kurangnya asupan energi ke otak. 

Prof. Dr. dr. Akmal Taher, Sp.U, Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Peningkatan Pelayanan Kesehatan, mengatakan kasus malnutrisi yang terjadi di daerah urban sering disebabkan oleh kemiskinan.

"Penyebabnya banyak, orang sakit juga bisa jadi malnutrisi. Tapi secara umum itu kemiskinan dan akses pelayanan kesehatan. Di daerah urban kebanyakan kemiskinan," ujarnya di sela-sela acara Asian Congress of Nutrition 2019 di Bali, Minggu (4/8/2019).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI