Suara.com - Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Aman B Pulungan mengatakan bahwa keterlambatan diagnosis menjadi penyebab tingginya angka kematian anak akibat Covid-19.
Data IDAI menunjukan bahwa kebanyakan anak yang meninggal setelah terinfeksi virus corona jenis baru tersebut masih berusia di bawah lima tahun.
"Kalau dilihat populasi terbanyak yang meninggal di bawah satu tahun atau di bawah lima tahun. Ada keterlambatan dari sistem diagnosis dan penanganan. Beberapa di antaranya terdiagnosis post mortem setelah meninggal," kata Aman dalam webinar IDAI perayaan Hari Anak Nasional, Kamis (23/7/2020).
Akibat keterlambatan diagnosis tersebut, kata Aman, banyak anak-anak yang meninggal dalam waktu perawatan kurang dari 24 sampai 48 jam. Selain itu, kesadaran mengenai covid-19 bisa menginfeksi bayi juga masih rendah.
Baca Juga: Balita Jadi Pasien Covid-19 Anak Paling Banyak Meninggal Dunia
Apalagi gejala Covid-19 pada anak mirip dengan penyakit lain yang prevalensinya juga tinggi di Indonesia seperti DBD, TBC hingga diare.
"DBD kita tinggi, pneumonia, diare, TBC, mal nutrisi kita juga tinggi. Semua ini yang membuat anak-anak ini harusnya lebih cepat beranikan diri untuk men-suspect kan anak dan langsung di PCR," katanya.
Selain itu komorbid atau penyakit penyerta yang ada pada anak juga jadi penyebab tingginya angka kematian.
Aman mengungkapkan, komorbid yang banyak terjadi pada pasien anak Covid-19 di antaranya infeksi sistem saraf pusat, TBC, malnutrisi parah, infeksi saluran pencernaan, dengue, celebral palsy, prematur, dan penyakit jantung bawaan.
"Komorbid kita banyak, tantangan kesehatan banyak, yang buat kita lupa saat covid juga harus ditangani," pungkasnya.
Baca Juga: Angka Kematian Pasien Anak Tinggi, IDAI Bentuk Satgas Covid-19