Suara.com - Kementerian Kesehatan menyoroti masalah kesehatan mental yang terjadi pada anak-anak selama pandemi Covid-19. Gangguan psikososial itu dialami anak akibat perubahan yang terjadi dalam upaya penyesuaian dengan wabah virus corona.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Fidiansjah menyampaikan bahwa dampak yang terjadi cukup mengkhawatirkan. Ia memaparkan, hasil survei dari Wahana Visi Indonesia yang menyebut 47 persen anak bosan berada di rumah.
"Dampak psikososial juga mengkhawatirkan, 47 persen bosan tinggal di rumah, 35 persen anak khawatir akan ketinggalan pelajaran karena tidak seperti biasa mendapatkan pelajarannya," kata Fidiansjah dalam konferensi virtual BNPB, Senin (20/7/2020).
Kekhawatiran itu kemungkinan disebabkan program belajar dari rumah yang mengandalkan jaringan internet. Firdi mengatakan bahwa hanya 68 persen anak bisa mengakses jaringan internet.
Baca Juga: Peran Gugus Tugas Covid-19 Akan Digantikan Oleh Anak-Anak, Ada Apa?
Sementara sebanyak 32 persen anak kesulitan mendapatkan program belajar dalam bentuk apa pun yang menyebabkan ia harus belajar sendiri.
"Dan itu menimbulkan dampak 37 persen anak tidak bisa mengatur waktu belajar, 30 persen kesulitan memahami pelajaran, dan bahkan 27 persen tidak memahami instruksi guru berdasarkan belajar," ujarnya.
Proses belajar yang berbeda juga menyebabkan 11 persen anak-anak mengalami kekerasan secara fisik dan 62 persen mendapat kekerasan verbal, lanjut Firdi. Selain itu, dampak dari pandemi Covid-19 telah membuat 34 persen anak-anak takut terinfeksi virus corona walaupun mereka berada di dalam rumah.
Sebanyak 20 persen anak rindu bertemu teman-temannya juga sepuluh persen khawatir dengan penghasilan orangtua akan berkurang akibat pandemi.
"Jadi itu menggambarkan betapa tinggi persoalan kesehatan jiwa pada anak saat pandemi kalau tidak ditangani dengan cepat," ujarnya.
Baca Juga: 8 Panduan Menginap di Hotel saat New Normal, Ini Protokol Kesehatannya