Suara.com - Flu Spanyol merupakan salah satu pandemi virus yang tercatat paling mematikan sepanjang sejarah. Flu Spanyol ini terjadi pada 1918 yang membunuh jutaan orang.
Dilansir dari Science Daily, saat itu Flu Spanyol menyerang pada waktu yang sulit, karena dunia sedang berusaha untuk pulih dari kerusakan akibat Perang Dunia I.
Sehingga pasukan yang berada di garis depan Perang Dunia I menjadi kelompok penyebaran penyakit yang paling efektif. Kasus pertama, lebih dari 600 ribu tentara di Amerika Serikat terinfeksi Flu Spanyol.
Pada akhirnya, virus itu memicu perang dengan merenggut nyawa antara 20 hingga 50 juta orang. Bahkan lebih dari setiap prajurit dan warga sipil tewas selama konflik.
Baca Juga: Fakta Wanita di Tasikmalaya yang Hamil Hanya 1 Jam Langsung Melahirkan
Gelombang pertama Flu Spanyol menyebar ke seluruh Eropa selama April dan Mei 1918. Tetapi, gejala demam tinggi dan malaise hanya berlangsung beberapa hari.
Angka kematian juga dibandingkan dengan flu musiman. Karena awalnya, banyak orang mengira pandemi Flu Spanyol ini sebagai flu musiman biasa.
Lalu, beberapa orang pun percaya virus itu mungkin telah ada sejak awal Agustus tahun sebelumnya dan kasusnya mulai menurun selama musim panas.
Sayangnya, pejabat kesehatan telah meremehkan kalau Flu Spanyol 1918 mungkin bermutasi di suatu tempat di Eropa. Sehingga, apakah akan ada gelombang kedua flu Spanyol?
Flu Spanyol akan jauh lebih mematikan dari sebelumnya pada musim gugur. Mutasi genetik virus lebih mungkin membunuh orang yang lebih muda, bugar dan sehat dalam hitungan jam.
Baca Juga: Kecemasan dan Depresi, Bisa Jadi Tanda Virus Corona Menyerang Sistem Saraf
Sejak September hingga November, versi baru ini mencari tahu kelompok yang mungkin rentan terhadap flu, seperti orang usia 25 hingga 30 tahun.
Pada bulan Oktober saja, Flu Spanyol itu telah menewaskan sebanyak 195 ribu orang Amerika. Langkah yang diambil kala itu menewaskan banyak orang yang sangat muda, dewasa muda dan anak-anak muda.
Gejala yang dialami penderita Flu Spanyol tidak berbeda dengan virus corona Covid-19, yakni termasuk pneumonia dan demam tinggi. Bedanya, pasien Flu Spanyol juga bisa mengalami pendarahan hidung.
Kemudian, pejabat kesehatan menemukan badai sitokin bertanggung jawab atas kematian yang disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh bereaksi berlebihan terhadap penyakit yang menyerang tubuh.
Pandemi Flu Spanyol 1918 ini cukup mengejutkan para pejabat kesehatan. Tapi, mereka tidak mengeluarkan peraturan karantina luas kala itu seperti pandemi virus corona Covid-19 sekarang ini.
Artinya, para ilmuwan perlu mengambil pelajaran dari pandemi Flu Spanyol ini dalam mencegah terjadinya gelombang kedua virus corona Covid-19 agar tidak membawa bencana lebih besar.