Suara.com - Sebuah penelitian menunjukkan, berada di pesawat menjadi cukup berisiko dalam penularan virus corona. Terutama saat penumpang keluar dan masuk pesawat.
Dilansir dari The Sun, sebuah penelitian di Jerman menemukan bahwa risiko tidak harus selama penerbangan. Hal ini dikarenakan sistem ventilasi menyala dan berjalan saat penerbangan.
"Simulasi komputer menemukan paling berisiko selama penumpang naik dan turun," catat peneliti.
"Saat itulah penumpang berada dalam kontak yang lebih dekat, seperti antri di lorong, mencari tempat duduk, dan memindahkan tas masuk," tambahnya.
Baca Juga: Kemnaker Ajak Masyarakat Lawan Covid-19 dan Terapkan Protokol Kesehatan
Melansir dari BBC, ketika sistem ventilasi berjalan selama penerbangan, udara di pesawat dianggap sepenuhnya diganti setiap 2-3 menit, dibandingkan dengan setiap 10-12 menit di gedung ber-AC.
Sementara udara yang kita hirup di kabin pesawat adalah campuran 50-50 udara luar dan udara resirkulasi dari dalam kabin yang telah melewati filter HEPA. Sistem ini dapat menghilangkan setidaknya 99,9 persen bakteri dan partikel virus.
"Secara umum, sekarang saat pesawat terbang dan sistem ventilasi menyala dan berjalan, itu melakukan pekerjaan yang sangat baik untuk membersihkan udara dari partikel-partikel infeksius," kata pakar transmisi penyakit, Dr Mark Gendreau kepada Journal.
Tetapi sistem ventilasi kurang efektif menangani tetesan besar, sehingga para ahli percaya risiko lebih besar pada pesawat adalah dari penumpang yang batuk dan bersin di dekatnya.
Itulah sebabnya masker bisa menjadi penting dan mengapa beberapa ahli percaya kursi dekat jendela adalah tempat terbaik untuk menghindari tetesan napas orang lain.
Baca Juga: Terinfeksi Virus Corona, 92.000 Ekor Cerpelai di Spanyol Akan Disembelih
Maskapai terpaksa mengambil tindakan drastis untuk mengurangi risiko Covid-19 di pesawat dan meyakinkan wisatawan tentang keselamatan mereka di udara.