Studi: Sikap Apatis Bisa Jadi Tanda Awal Risiko Demensia

Kamis, 16 Juli 2020 | 11:31 WIB
Studi: Sikap Apatis Bisa Jadi Tanda Awal Risiko Demensia
Ilustrasi Lansia (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Para peneliti menyatakan, bahwa sikap apatis bisa menjadi tanda peringatan awal demensia. Pernyataan ini terkait dengan studi bertahun-tahun pada peserta di Inggris dan Belanda.

Dilansir dari Independent, penelitian yang dipimpin oleh Universitas Cambridge ini menunjukkan bahwa sikap apatis terkait dengan gejala awal orang yang berisiko terkena demensia. 

Penelitian yang dilakukan selama beberapa tahun ini, menganalisis 450 orang dengan penyakit pembuluh darah kecil otak (SVD) di rumah sakit di London dan kota Nijmegen di Belanda.

Memengaruhi hingga satu dari tiga orang lanjut usia, SVD adalah penyebab paling umum dari demensia vaskular yang terjadi karena berkurangnya aliran darah ke otak.

Baca Juga: Studi: Punya Pasangan Optimis Cegah Demensia dan Alzheimer di Hari Tua

Setelah memperhitungkan faktor-faktor lain seperti usia dan kognisi, para ilmuwan menemukan bahwa apatis terkait dengan risiko yang lebih besar terkena demensia di antara para peserta.

"Ada banyak penelitian yang saling bertentangan mengenai hubungan antara depresi dan demensia pada usia lanjut," ujar Jonathan Tay, penulis utama dari departemen neurosains klinis Cambridge.

"Studi kami menunjukkan bahwa sebagian mungkin disebabkan oleh skala depresi klinis umum yang tidak membedakan antara depresi dan apatis," tambahnya.

Tay menambahkan bahwa pemantauan apatis dapat membantu menilai perubahan risiko demensia dan menginformasikan diagnosis.

Dari mereka yang berpartisipasi dalam penelitian ini, 20 persen orang yang mengembangkan demensia adalah peserta Inggris, sementara hanya 11 persen yang mengalami demensia merupakan peserta Belanda. 

Baca Juga: Obesitas di Usia 50 Tahun ke Atas, Hati-Hati Risiko Demensia 30 Persen!

Perbedaan antara kedua kelompok tersebut kemungkinan disebabkan oleh beban SVD yang lebih parah di seluruh kelompok peserta dari Inggris.

Studi ini telah diterbitkan dalam Journal of Neurology, Neurosurgery & Psychiatry. "Ini adalah yang pertama pada bidang ini untuk meneliti pasien dengan SVD," kata sebuah penyataan dari Universitas Cambridge.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI