Sindrom Patah Hati Meningkat pada Pasien Tidak Terinfeksi Covid-19, Kenapa?

Kamis, 16 Juli 2020 | 05:55 WIB
Sindrom Patah Hati Meningkat pada Pasien Tidak Terinfeksi Covid-19, Kenapa?
Ilustrasi sindrom patah hati (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sebuah studi yang terbit pada Kamis (9/7/2020) lalu menemukan peningkatan signifikan dalam sindrom patah hati di antara beberapa pasien di dua rumah sakit Ohio yang tidak terinfeksi virus corona. Ini menunjukkan bahwa stres fisik, sosial dan ekonomi dari pandemi juga menyebabkan korban fisik.

Kardiomiopati yang diinduksi stres atau sindrom Takotsubo yang sering disebut "sindrom patah hati", terjadi ketika otot jantung melemah, menyebabkan nyeri dada dan sesak napas. Munculnya seperti serangan jantung, tetapi dipicu oleh peristiwa stres, bukan penyumbatan dalam aliran darah.

Studi ini dilakukan oleh peneliti dari Clinic Cleveland, Ohio, terhadap pasien di dua rumah sakit dengan gangguan jantung yang dirawat musim semi (Maret hingga Mei) ini, dan membandingkannya dengan pasien dengan masalah serupa selama dua tahun terakhir.

Peneliti menemukan, pasien yang dirawat selama pandemi virus corona dua kali lebih mungkin mengalami sindrom patah hati. Studi ini terbit dalam jurnal medis JAMA Network Open.

Baca Juga: Ahli: Virus Corona Menyerang Sistem Saraf, Dampaknya ke Suasana Hati

"Pandemi telah menciptakan lingkungan paralel yang tidak sehat," kata Dr. Ankur Kalra, ahli jantung yang memimpin penelitian.

Patah hati. (Shutterstock)
Ilustrasi patah hati. (Shutterstock)

"Jarak emosional tidak sehat. Dampak ekonomi tidak sehat. Kami telah melihat bahwa peningkatan kematian non-virus corona terkait kardiomiopati telah naik akibat stres yang diciptakan karena pandemi," sambungnya, dilansir CNN Internasional.

Penelitian ini tidak memeriksa apakah ada hubungan antara sindrom patah hati dan stres karena infeksi Covid-19 atau melihat kerabat yang menderita penyakit tersebut.

Para pasien dalam penelitian ini juga diuji untuk Covid-19 dan tidak satupun dari tes mereka yang menunjukkan hasil positif.

Namun, penelitian ini dinilai memiliki potensi bias oleh ahli sindrom patah hati.

Baca Juga: Benarkah Lapar Memengaruhi Suasana Hati? Begini Kata Ahli

"Mereka mungkin sepenuhnya benar. Saya tidak keberatan dengan hipotesis. Saya keberatan dengan metode statistik," kata Dr. John Horowitz, seorang profesor kardiologi emeritus di University of Adelaide di Australia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI