Suara.com - Istilah kasus suspek, kasus probable, dan kasus konfirmasi kini digunakan dalam penanggulangan Covid-19. Apa ya artinya?
Kementerian Kesehatan RI melalui Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) terkait status orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), dan orang tanpa gejadi (OTG).
KMK RI HK. 01.07 MENKES 413 2020 dari Terawan Agus Putranto ini, kini disampaikan 3 kriteria baru yakni kasus suspek, probable, dan terkonfirmasi.
Lalu apa arti dari 3 kriteria kasus Covid-19 itu?
Baca Juga: Syarat Perjalanan Dinas PNS saat New Normal
1. Kasus Suspek
Seperti pada awal-awal pandemi orang yang dicurigai terinfeksi Covid-19, kembali disebut dengan suspek. Kasus suspek adalah penyebutan baru untul PDP yaitu pasien yang mengalami ISPA dengan demam lebih dari 38 derajat, disertai salah satu gejala seperti batuk, sesak nafas, sakit tenggorokan, pilek, pneumonia ringan hingga berat.
Gejala ini timbul akibat riwayat perjalanan atau tinggal di negara atau wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi lokal atau penularan dari orang lokal ke orang lokal.
Gejala ini terjadi dalam kurun waktu 14 hari terakhir setelah punya riwayat kontak dengan kasus positif atau probable Covid-19. Setelah memiliki gejala, mereka harus di rawat di rumah sakit.
2. Kasus Probable
Baca Juga: Bukan Konspirasi, Bill Gates Ungkap Hal yang Bikin Pandemi Corona Memburuk
Kasus probable Covid-19, diartikan dalam kondisi seseorang yang masih suspek Covid dengan bergejala Covid-19 ISPA berat, koma, hingga meninggal. Namun belum ada hasil yang menunjukkan statusnya, apakah ia berstatus positif atau negatif Covid-19.
Sehingga untuk memastikan statusnya harus menunggu pemeriksaan laboratorium dengan kapasitas biosafety level (BSL) II atau dinamakan tes PCR.
3. Kasus Konfirmasi
Berbeda dengan suspek dan probable, kasus konfirmasi diartikan sebagai orang atau jenazah yang sudah menjalani tes diagnosis Covid-19 dengan metode PCR sebagai bukti, dan sudah didapatkan hasilnya positif.
Kategori kasus konfirmasi ini menjadi 2 kriteria, yaitu kasus konfirmasi dengan gejala ISPA atau kasus positif yang simptomatik. Biasanya mereka harus mendapatkan perawatan rumah sakit karena kasusnya ringan, sedang atau berat.
Ada juga kasus konfirmasi tanpa gejala, atau orang yang positif asimptomatik. Mereka terinfeksi virus SARS CoV 2 tapi tidak bergejala atau sistem imun tubuhnya kuat. Mereka dengan kriteria ini tetap harus melakukan karantina mandiri, tidur dan makan terpisah dari orang lain, dan tidak boleh keluar rumah selama 14 hari.
Kriteria kasus konfimasi asimptomatik ini yang cukup membahayakan karena biasanya sulit terdeteksi, tapi bisa menyebarkan ke orang lain. Beberapa penelitian dan data menunjukkan lebih dari 50 persen orang yang sakit Covid-19 tapi asimtomatik atau tidak bergejala.