Suara.com - Masih tingginya kasus virus Corona Covid-19 di Indonesia membuat orangtua berpikir dua kali sebelum menyekolahkan anak di tahun ajaran baru 2020/2021 yang dimulai hari ini, Senin 13 Juli 2020.
Ajeng Annastasia contohnya, ibu satu anak asal Bekasi ini urung menyekolahkan anaknya di taman kanak-kanak meski sudah membayar sejumlah uang. Menurut Ajeng, risiko anak terinfeksi Covid-19 di taman kanak-kanak cukup tinggi.
Salah satu alasannya, anak-anak masih menggunakan fasilitas sekolah dan bermain bersama-sama.
Baca Juga: Curhat Guru hingga Orangtua Sambut Tahun Ajaran Baru Era Kenormalan Baru
"Anak usia TK 4 hingga 6 tahun, kayaknya masih susah banget untuk dikasih tahu kalau dia harus jaga jarak, pakai masker, harus hati-hati nggak sembarangan pegang muka, hidung dan mulut kayaknya nggak siap melepas anak ketemu langsung sama temannya di sekolah," ungkap Ajeng kepada Suara.com, baru-baru ini.
Dilema yang sama juga dihadapi oleh aktor Christian Sugiono, yang tahun ini menyekolahkan anaknya Arjuna Zayan Sugiono. Arjuna yang sudah lulus TK akan masuk SD, namun Christian Sugiono masih ragu apakah menyekolahkan anak di masa pandemi adalah keputusan bijak.
Jika pun sekolah sudah dibuka, dan anaknya harus datang bersekolah, suami dari aktris Titi Kamal itu mengaku akan lebih dulu meninjau sekolah yang ditempati Juna, khususnya terkait penerapan protokol kesehatan apakah sudah tepat.
"Sebagai orangtua saya pengen, anak baru masuk SD ketemu temen-temennya nganterin sekolah SD, kan ada rasa bangga. Tapi memang karena situasi sekarang saya agak sedikit khawatir juga karena yang kita tahu situasi seperti ini, saya masih dilema," ujar Christian dalam acara Webinar IMBOOST, Kamis (9/7/2020).
Tahun Ajaran Baru di Masa Pandemi, Sekolah Sudah Siap?
Baca Juga: Protokol Kesehatan di Sekolah Lengkap, dari Luar Kelas sampai saat Belajar
Kekhawatiran utama orangtua siswa tentang sekolah di tahun ajaran baru, yakni risiko penularan Covid-19, mendapat tanggapan dari praktisi pendidikan.
Rita Amaliani, Kepala Sekolah Early Step Kebagusan Academy sekaligus Director SD Bangun Mandiri, Kebagusan Jakarta Selatan, mengatakan sekolah siap melakukan protokol kesehatan sesuai anjuran pemerintah.
Ia mengakui bahwa penerapan protokol kesehatan untuk siswa TK dan SD akan lebih menantang daripada siswa SMP dan SMA yang lebih tua. Meski begitu, penerapan protokol kesehatan bisa jadi cara untuk mengajarkan kebiasaan baik kepada anak-anak untuk bisa hidup di masa pandemi.
Poin tentang mencuci tangan pakai sabun dan menggunakan masker bisa jadi pembelajaran anak untuk menerapkan gaya hidup sehat dengan tetap menjaga kebersihan dan terhindar dari penularan virus.
"Harus dilakukan walaupun merepotkan walaupun dengan kebiasaan-kebiasaan, guru harus bisa melakukan pengewasan dalam kegiatan di sekolah sesuai protokol, anak maupun guru dilakukan pembiasaan dengan baik dan lancar, sehingga tidak akan menyusahkan karena sudah menjadi habbit," ungkapnya.
Selanjutnya: Beban Biaya Tahun Ajaran Baru
Penerapan protokol kesehatan bisa menjaga anak tertular Covid-19. Tentu saja, penerapan protokol kesehatan akan mempengerauhi kegiatan belajar dan mengajar di dalam kelas.
Terkait hal ini, Elma Salma Zakiyah sebagai salah satu guru TK di Bandung, meminta kepastian bagaimana materi belajar tatap muka dilakukan di sekolah. Ia berharap pemerintah memberikan pedoman yang tepat khususnya untuk anak TK dan SD.
Di usia TK kata Elma, belajar tidak dilakukan dengan duduk diam di kursi tapi mereka bereksplorasi dan bersosialisasi dengan teman-temannya. Cara belajar itulah yang membuat anak-anak ini rentan.
"Kami sekolah taman kanak-kanak pastinya sangat berbeda, karena butuh banyak bermain, belajar, bermain sambil bersosialisasi," tutur Elma.
Harapan tentang pedoman ini juga diutarakan Rentha Jullindah Zendrato, Guru Bahasa Inggris di SD Sekolah Unity School, Primary 1.
Kata Rentha, sekolahnya sejak dari parkiran sudah menerapkan protokol kesehatan seperti memakai masker hingga pengecekan suhu hingga guru bergiliran masuk. Tapi untuk penerapan sekolah dengan tatap muka dan online itu ia minta lebih diperjelas.
"Bagaimana ke depannya, kita sebagai guru minta dipercepat pedoman belajar online itu bagaimana ke depannya biar sama serentak semuanya," imbuhnya.
Beban Biaya Tahun Ajaran Baru
Selayaknya pengusaha, sekolah swasta membiayai semua kebutuhan secara mandiri, termasuk honor guru, hingga fasilitas sekolah. Berbeda dengan sekolah negeri yang mendapat kucuran dana.
"Pemerintah memberikan dukungan dalam hal kelancaran internet dan gratis internet untuk sekolah-sekolah, siswa guru maupun orang tua, agar pembelajaran online, dapat berjalan dengan lancar," aku Kepala Sekolah Rita.
Saat pandemi sekolah swasta juga banyak yang terjepit, karena membuat banyak orangtua menunda mendaftarkan anaknya ke sekolah.
"Dukungan pemerintah berupa dana untuk pembiayaan gaji guru maupun honor guru juga sangat diperlukan di sekolah swasta, karena sangat terasa selama pandemi ini jumlah siswa yang mendaftar berkurang, dan jumlah guru yang ada mencukupi," ungkapnya.
Selanjutnya: Sekolah Tatap Muka VS Sekolah di Rumah
Sekolah Tatap Muka VS Sekolah di Rumah
Orangtua murid tentunya ingin anak mendapatkan pendidikan maksimal, namun risiko penularan Covid-19 juga menjadi perhatian khusus.
Tommy Adi, seorang orangtua murid dari Jakarta, menyebut ada 2 hal yang membuatnya ragu memasukkan anak ke sekolah tatap muka saat ini. Pertama adalah penerapan protokol kesehatan dan kedua kenaikan jumlah kasus yang masih tinggi.
Untuk itu, sekolah di rumah atau homeschooling bisa menjadi solusi. Pemerhati anak sekaligus Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Seto Mulyadi mengatakan, kelas online bisa diterapkan selama pandemi.
"Pemahaman homescholing kan school at home. Jadi mungkin sekarang ini komunikasi yang efektif antara orangtua dan guru harus dibangun. Materi diberikan kepada orangtua nanti dilanjutkan kepada anak-anak. Jadi betul-betul tahu materinya. Kalau sekarang seringnya materi langsung ke anak, anak gak tahu tanya ke orangtua. Tapi orangtua juga gak tahu. Sehingga sering terjadi konflik," tuturnya.
Ia juga menanggapi risiko pembukaan sekolah di zona hijau Covid-19. Sebab, bukan tidak mungkin guru atau murid berasal dari daerah yang bukan zona hijau, dan berpotensi membawa virus ke lingkungan sekolah.
"Mungkin ada sekolahnya hijau, tapi guru-gurunya atau muridnya mungkin ada yang tidak dari zona hijau. Apakah zona merah terus di dalam juga pakai kendaraan umum yang bisa membawa virus. Ini yang perlu diwaspadai," katanya.
Apapun pilihan sekolah, Kak Seto mengingatkan bahwa orangtua harus mengedepankan yang terbaik untuk anak. Jika sekolah anak menetapkan kebijakan belajar mengajar secara offline, orangtua diharapkan menyadari juga memiliki hak untuk menolaknya.
Selama pandemi Covid-19 masih berlangsung, menurut Kak Seto, program sekolah yang paling dianjurkan tetap metode daring.
"Belajar kan luas, bukan hanya akademis saja. Tapi ada unsur etika, unsur estetika, kesehatan. Itu dipraktikan dengan sementara di rumah saja dulu. Ini harus diwaspadai dulu dan ciptakan suasana gembira di rumah," ucapnya.
Selanjutnya: Rapid Test di Sekolah, Apakah Perlu?
Rapid Test di Sekolah, Apakah Perlu?
Penerapan protokol kesehatan di sekolah menjadi acuan utama boleh tidaknya sekolah beroperasi selama pandemi Covid-19. Poin utama protokol adalah pengecekan suhu tubuh, penggunaan masker, dan kewajiban cuci tangan di area sekolah.
Namun dokter anak menilai, penting pula sekolah memiliki kemampuan melakukan rapid test. Sebab seperti disebutkan Kak Seto, zona hijau tidak menjamin risiko penularan virus dari luar daerah berkurang.
Diakui Lucia bahwa penetapan zona wilayah itu menjadi kebijakan gugus tugas penanganan Covid-19. Karenanya, ia mempertanyakan apakah wilayah yang ditetapkan sebagai zona hijau apakah benar-benar sudah bersih dari infeksi virus corona.
"Kalau memang sudah hijau ditinjau lagi selama beberapa minggu setelah masuk. Coba di tes rapid kepada yang sudah masuk sekolah itu. Apakah betul hijau secara rapid test. Itu kan jadi pertanyaan kita semua," tambah Lucia.
Orangtua juga diingatkan untuk memastikan anaknya benar-benar sehat jika harus berangkat ke sekolah. Jika anak mengalami batuk, pilek, dan demam, sebaiknya tidak usah memaksakan diri masuk sekolah.
Selain itu, orangtua juga berkewajiban memastikan anak disiplin menerapkan protokol kesehatan selama di sekolah, tegas Lucia. Seperti tetap memakai masker, menjaga jarak dengan teman dan guru, juga menjaga kebersihan tangan.
"Sampai di rumah juga langsung mandi, semprot disinfektan di tas sekolah, di sepatu. Tapi akan sulit mengontrol anak tetap pakai masker selama berada di sekolah. Itu adalah tugas berat dari guru sendiri juga tidak boleh lengah," tutupnya.
(Tim Liputan Khusus: Dini Afrianti, Lilis Varwati)