Pakar: Suhu Lebih Panas Tak Mencegah Virus Corona Covid-19

Ririn Indriani Suara.Com
Sabtu, 11 Juli 2020 | 19:05 WIB
Pakar: Suhu Lebih Panas Tak Mencegah Virus Corona Covid-19
Ilustrasi suhu panas karena paparan sinar matahari. (shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menurut seorang pakar, suhu yang lebih panas tidak akan membantu memperlambat penyebaran virus corona baru, yaitu Covid-19.

"Jika Anda menjaga jarak sosial dan menggunakan masker maka tingkat infeksi penyakit mungkin menurun, tetapi suhu itu sendiri tidak efektif," kata Recep Tekin, pakar penyakit menular dan mikrobiologi klinis di Dicle University di Turki tenggara, kepada Kantor Berita Anadolu, Sabtu (11/7/2020).

Merujuk pada suhu Mediterania yang panas di Turki selatan, Tekin menyoroti bahwa jumlah kasus Covid-19 di wilayah tersebut baru-baru ini melonjak meski suhunya tinggi.

"Jika suhu panas sepenuhnya mencegah virus maka kami seharusnya tidak melihat kasus di Arab Saudi dan Afrika," lanjutnya.

Baca Juga: WHO: Masih Ada Harapan untuk Mengendalikan Wabah Covid-19

Memperhatikan bakal ada hari-hari yang lebih panas dalam beberapa pekan mendatang, ia mengatakan masyarakat tidak boleh bertindak dengan mengandalkan hal tersebut.

Langkah pencegahan yang dinilai efektif, sambung Recep Tekin adalah menggunakan masker, menjaga jarak sosial dan memperhatikan kebersihan tangan tanpa menghiraukan suhu.

Seperti diberitakan, hingga Rabu (8/7/2020) Turki melaporkan total 5.282 kematian akibat Covid-19, sementara lebih dari 187.511 pasien dinyatakan sembuh.

Saat ini terdapat lebih dari 208.938 kasus terkonfirmasi Covid-19 di negara tersebut

Sejak kemunculannya di Wuhan, China tengah pada Desember lalu pandemi virus corona telah merenggut 551.000 lebih korban jiwa di 188 negara dan wilayah.

Baca Juga: Belum Ada Vaksin, Ilmuwan Mengandalkan Antivirus & Antibodi Monoklonal

Kasus Covid-19 di seluruh dunia kini mencapai 12,1 juta, sementara lebih dari 6,65 juta orang telah pulih dari penyakit pernapasan tersebut, menurut data yang dihimpun oleh Johns Hopkins University yang berbasis di AS.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI