Dibandingkan Kasus Flu Burung, Pandemi Covid-19 Diwarnai Lebih Banyak Hoaks

Jum'at, 10 Juli 2020 | 13:18 WIB
Dibandingkan Kasus Flu Burung, Pandemi Covid-19 Diwarnai Lebih Banyak Hoaks
Ilustrasi Pandemi Covid-19 (pexels)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Covid-19 bukan penyakit pertama yang pernah mewabah di Indonesia, bahkan dunia. Pada 2005, kasus flu burung sempat disebutkan WHO berpotensi menjadi pandemi meski akhirnya penyebaran virus berhasil ditekan.

Mantan Ketua Harian Komnas Flu Burung Pandemi Influensa (FBPI) 2005-2009 Dr. Bayu Krisnamurthi, mengatakan bahwa sejak baru dikatakan berpotensi pandemi, pemerintah Indonesia telah melakukan pencegahan dengan memusnahkan ayam yang menjadi sumber penularan.

Diakui Bayu, jika dibandingkan dengan pandemi Covid-19 saat ini, virus flu burung memang bukan apa-apa. Jumlah keseluruhan kasusnya di dunia pun tidak genap 1000, dan di Indonesia hanya mencapai 200 orang terinfeksi.

Namun yang berbahaya dari virus H5N1 itu karena angka kematiannya yang cukup besar.

Baca Juga: Banyak Pekerja Kena PHK saat Pandemi, Pengangguran di Indonesia Bertambah

"Yang mengerikan case vatality rate di dunia kira-kira 60 persen, di Indonesia 80 persen. Jadi kalau ada yang kena, 80 persen peluangnya meninggal," kata Bayu saat konferensi virtual BNPB, Jumat (10/7/2020).

Menurut Bayu, komunikasi publik yang ketika itu digalakan Komnas FBPI untuk mengedukasi masyarakat agar menjaga kesehatan, terutama hewan ternak unggas. Sebab saat itu, penyebaran yang terjadi masih dari hewan ke manusia.

"Kita susun strategi komunikasi publik dengan volume dan intensitas yang sama besar dengan dari sisi penanganan penyakit, bahkan mungkin lebih besar. Jadi komunikasi publik luar biasa dalam penangana flu burung. Karena kita tahu, kesadaran masyarakat sepenuhnya penting, nggak mungkin pemerintah menangani sendiri," ucapnya.

Meski tidak berani membandingkan dengan Covid-19, namun menurut Bayu, tantangan yang terjadi pandemi hari ini mirip dengan saat wabah flu burung. Yakni, bertebarannya berita bohong.

"Kalau menurut saya, betul sekarang banyak hoaks. Tapi mari kita rumuskan strategi komunikasi ini. Kita rumuskan dengan baik, dengan sistematis, multi level, multimedia. Saya rasa bisa," ujarnya.

Baca Juga: Efek Pandemi, Desainer Kebanjiran Pesanan Masker Motif Gaun Pengantin

Pada kesempatan yang sama, Mantan Duta Tanggap Flu Burung Muhammad Farhan mengatakan, salah satu hoaks yang terjadi saat itu juga munculnya konspirasi yang tidak percaya adanya wabah flu burung.

Sebagai duta tanggap, Farhan bercerita, dirinya melakukan kampanye hingga ke tingkat sekolah dasar untuk melakukan sosialisasi juga menyusun strategi iklan layanan masyarakat di berbagai media.

"Flu burung waktu itu berhasil dimengerti dengan bahasa masyarakat karena media yang mempengaruhi pola pikir dan persepsi masyarakat jauh lebih sederhana. Tidak ada media sosial dan perluasan media internet yang mempengaruhi keputusan orang," kata Farhan.

Pengaruh media sosial yang saat ini menjadikan tantangan dalam penanganan covid-19 lebih besar, lanjut Anggota DPR Komisi 1 tersebut.

"Bahayanya sekarang, di 2020 ini, lebih percaya apa kata grup sebelah daripada apa kata media, apalagi apa kata pemerintah. Jadi tantangan sekarang jauh lebih besar," ucapnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI