Suara.com - Kasus demam berdarah (DBD) masih terus meningkat di Indonesia. Tahun ini saja, Kementerian Kesehatan mencatat ada 71.633 orang dilaporkan mengalami demam berdarah hingga 8 Juli 2020.
Berkaca dari negara tetangga, Vietnam dan Singapura yang telah menetapkan DBD sebagai kasus luar biasa, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid menyampaikan bahwa Indonesia juga perlu waspada.
"Indonesia patut waspada juga kemungkinan terjadi peningkatan kasus," katanya dalam webinar bersama media, Kamis (9/7/2020).
Dari seluruh kasus DBD yang tercatat sepanjang tahun 2020, Nadia mengatakan, terbanyak ada di provinsi Jawa Barat dengan jumlah 10.722 orang. Disusul Bali (8.930 kasus), Jawa Timur (5.948 kasus), Nusa Tenggara Timur (5.539 kasus), Lampung (5.135 kasus), dan DKI Jakarta (4.227 kasus).
Baca Juga: Selain Covid-19, Kabupaten Sleman Juga Masih Dirundung Infeksi DBD
Lalu ada pula Nusa Tenggara Barat (3.796 kasus), DI. Yogyakarta (2.720 kasus), Riau (2.255 kasus), dan Sulawesi Selatan (2.100 kasus).
"Itu provinsi karena intensitas demam berdarah dari tahun ke tahun selalu tinggi. Kami lihat peningkatan kasus seperti di Lampung terjadi sejak awal tahun," ujar Nadia.
Sedangkan angka kematian DBD secara nasional sebanyak 459. Jawa Barat masih menjadi provinsi terbanyak dengan angka kematian mencapai 92 orang.
Menurut Nadia, jika dibandingkan dengan kondisi saat Juni 2019, jumlah kasus DBD tahun ini sebenarnya menurun. Tetapi dua kali lipat lebih banyak dari tahun 2017 dan 2018.
Data Kemenkes pada 2017 kasus DBD sebanyak 35.101 orang, dan 2018 ada 21.861 kasus. Tahun 2019 melonjak hingga 112.954 kasus. Memasuki bulan Juli yang menjadi awal musim kemarau, menurut Nadia, seharusnya tidak lagi terjadi lonjakan kasus baru.
Baca Juga: Studi: Nyamuk Tidak Bisa Tularkan Virus Corona
"Bulan Juli seharusnya tidak ditemukan kasus lagi. Karena sudah masuk kemarau. Tapi kita masih dapat laporan kasus DBD di beberapa daerah. Kalau kita lihat 2020, provinsi Jabar, Bali, dan Jatim, kita ketahui masalah covid juga cukup besar. Sehingga pantauan kita bersama fasyankes tidak duble burden (beban ganda)," ucap Nadia.