Suara.com - Akibat fasilitas sarana dan prasarana yang belum memadai, penyandang disabilitas laring di Indonesia menjadi rentan terdampak Covid-19.
Hal ini diungkap koordinator dan instruktur pelatih Perhimpunan Wicara Esofagus Indonesia, Helena Liswardi.
"Selain itu, penyandang disabilitas laring juga mengalami diskriminasi kerja dan rentan di-PHK serta belum mendapat perhatian yang memadai dari pemerintah," kata Helena dalam sebuah seminar daring yang diadakan Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau yang diikuti di Jakarta, Jumat (3/7/2020), seperti dikutip dari Antara.
Helena mengatakan terdapat beberapa masalah yang dihadapi para penyandang disabilitas laring setelah pandemi Covid-19 melanda Indonesia, misalnya panduan yang minim dalam menghadapi Covid-19 dan tidak ada masker khusus leher bagi disabilitas laring.
Baca Juga: Tantangan Industri Rumah Sakit Di Masa Pandemi Covid-19
Disabilitas laring sendiri terjadi ketika kotak suara yang mengandung pita suara diangkat akibat kanker laring, yang biasanya terjadi pada perokok. Operasi pengangkatan kotak suara tersebut meninggalkan lubang di bagian leher.
Karena kotak suara diangkat, maka penyandang disabilitas laring mengalami gangguan wicara. Untuk dapat berbicara, penyandang disabilitas laring menggunakan esofagus untuk mengeluarkan suara melalui lubang yang ada di lehernya.
Akibat adanya pembatasan layanan di rumah sakit, jadwal pengobatan dan pemeriksaan para penyandang disabilitas saat ini menjadi terganggu dan mereka pun sulit mendapatkan rujukan.
"Penyandang disabilitas laring juga tidak mendapatkan pendapatan atau pendapatannya menurun, ada yang belum mendapatkan bantuan sosial, dan latihan terapi wicaranya terhambat," tuturnya.
Penderita disabilitas laring memerlukan latihan dengan bimbingan terapis agar mereka bisa berbicara menggunakan esofagus.
Baca Juga: Covid-19 Naik di Titik Tertinggi, Trump: Virus akan Hilang Begitu Saja!